“Economy goes marching in, economy goes marching in, oh I want to be in a number, economy goes marching in”
(lirik diubah oleh Oerip Lestari)
SENJA temaram di tengah hujan rintik ketika kita memasuki area kampus Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Diponegoro (FEB Undip) Semarang di Tembalang Sabtu (3/5/2025).
Tasyakuran Dies Natalis FEB ke 65, sekaligus membangun jejaring alumni, di gelar di Pertamina Meeting Room lantai 3 gedung Dekanat.
Suasana meriah mulai terasa, menyongsong kehadiran alumni berbagai angkatan. Sebelum memasuki venue, para undangan dipersilakan berfoto ria di booth yang tersedia. Perasaan bangga telah menjadi bagian dari keluarga besar FEB Undip, menyelimuti teman teman se alma mater.
Baik yang telah lanjut usia maupun yang masih “fresh from the oven” cipika cipiki sebagai bentuk dari keakraban terlihat di sana sini, di antara meja-meja yang tertata rapi lengkap dengan cemilannya.
Dekan, mas Faisal PhD yang ramah beserta seluruh stakeholdernya, didampingi ketua panitia mas Suryo dan Ketua IKAFE (Ikatan Keluarga Fakultas Ekonomi) mas Syaiful Bahri, berbatik apik menyambut semua tamu dengan hangat dan semanak.
Sebagai angkatan baby boomers, saya belum pernah mengenal mereka karena perbedaan angkatan dan usia yang terentang panjang lebih dari 60 tahun lalu. Wajah mereka nampak segar, phisik masih bugar serta kecerdasan akademik yang fantastik membuat kita percaya merekalah pembawa kemajuan di negeri ini.
Sambil menunggu kehadiran rektor, Prof Suharnomo yang selalu energic, ingatan melayang jauh ke belakang, menjangkau sejarah berdirinya Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Jasmerah, itu adalah ungkapan tepat untuk menunjukkan bahwa yang ada saat ini tidak dapat lepas dari kondisi masa lalu, dengan segala keterbatasannya.
Gedung kuno di kawasan Jalan Pemuda (dulu bernama Jalan Bojong ) Nomer 163 menjadi saksi sejarah dari kelahiran Fakultas Ekonomi, yang sekarang berubah nama menjadi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, sesuai tuntutan zaman.
Gedung yang semula berfungsi sebagai bengkel dan showroom mobil di tahun 60-an itu, kini sudah tiada, bermetamorfose menjadi pompa bensin dan resto cepat saji Kentucky Fried Chicken, makanan favorit anak zaman now.
Di gedung tua berwajah suram itulah mahasiswa dari berbagai penjuru Jawa Tengah, bahkan ada pula yang dari luar Jawa menimba ilmu untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi. Sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang tergolong muda, Undip dibantu pengembangannya oleh dosen dosen dari Universitas Gadjah Mada, pada saat itu.
Benang merah sejarah antara Undip dan UGM tidak dapat dinafikan atau pun diingkari. Sampai saat inipun banyak dosen muda yang melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di UGM.
Selanjutnya, marilah kita nikmati oleh-oleh Prof Harnomo dari Beijing dengan seksama. Memang ada gurat kelelahan di wajahnya, tetapi gaya khasnya yang hangat tidak hilang.
Semua disapa dan di”uwongke”, diselingi kelakar kelakar segar, yang menyebabkan suasana menjadi cair mengalir secara spontan.
Beliau mengawali sambutannya dengan sedikit mengulas bukunya Sterling Seagrave berjudul “Lords of the Rim, The Invisible Empire Of The Overseas Chinese”. Buku yang sama sudah penulis baca tahun 1995 , sebagai salah satu literatur saat kuliah di Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Indonesia.
Dalam buku tersebut, Seagrave menguraikan betapa digdayanya 55 juta China perantauan.yang tersebar hampir di seluruh dunia (di tahun 1995). Para perantauan ini, tidak hanya pandai tetapi juga rajin, ulet dan tangguh. Solidaritas ethnisnya sangat kokoh, demikian juga jaringan bawah tanahnya yang masif, politik pragmatis ditambah kemampuan adaptif atas lingkungan di sekitarnya yang hebat, membuat mereka mampu mengalahkan Jepang.
Bayangkan, dalam kurun waktu hanya 30 tahun, sejak 1995 sampai 2025, mereka telah tumbuh menjadi “empire” yang sangat powerful berhadapan dengan Amerika Serikat yang kian meredup. Itulah fakta yang kita lihat saat ini, suka atau tidak.
Kemajuan China yang “ngedhab edhabi” diwakili oleh Beijing sebagai ibukotanya menyisakan kekaguman pak Rektor. Mengingat sekitar 40 tahun lalu , China masih merupakan negara miskin berpenduduk hampir semilyar yang tertatih-tatih menggapai kemakmuran.
Datanglah Deng Xiao Ping, pemimpin yang berani melakukan perombakan besar besaran di semua lini. Serentak wajah Cina berubah drastis, dari negara komunis yang muram dan dogmatis menjelma menjadi negara modern melebihi negara negara maju di Barat.
Ideologi boleh komunis, tetapi pola pembangunan yang diterapkan oleh pemerintah China sungguh memukau.
Modern dan sangat western, kita sudah tidak melihat sederetan buruh berseragam biru dan topi pet , bersepeda menelusuri jalan jalan utama.
Sebut saja Kota Shanghai yang gemerlap dipenuhi mobil mobil mewah edisi terbaru buatan dalam negeri. Saking cantiknya, para produser film Hollywood sering memilih Shanghai sebagai lokasi shooting film film James Bond yang berkelas.
Terkesan oleh kehangatan sambutan yang diterima pak Rektor selama bertamu di Beijing. Maka sebagai timbal baliknya beliau mengundang Rektor Universitas Beijing untuk menghadiri Dies Natalis Undip Oktober mendatang.
Sekalipun universitas-universitas di China sangat maju di bidang penggunaan teknologi (drone, robot), namun Undip tidak boleh berkecil hati, dalam hal ini FEB. Kita memiliki sejumlah andalan yang memang pantas untuk dipamerkan kepada tamu mancanegara.
Pada hakekatnya sebuah Lembaga Pendidikan Tinggi tidak hanya dinilai dari phisiknya saja, tetapi juga di nilai dari interaksi sosial dengan lingkungan setempat. Mungkin apabila di lihat dari fasilitas phisik yang tersedia, kondisi Undip kalah jauh dibanding Universitas di Beijing. Itu wajar adanya dan kita memang sedang melakukan perbaikan sesuai alokasi dana yang tersedia.
FEB sebagai bagian dari Undip, memiliki program pendidikan yang cukup genuine. Misalnya, program pertukaran mahasiswa ke negara negara ASEAN, Australia dan Eropa. Bahkan FEB juga membuka kelas internasional dengan pengantar kuliahnya berbahasa Inggris, mahasiswanya berasal dari dalam dan luar negeri.
Hal ini boleh dikatakan merupakan modal untuk menjadi world class university yang membanggakan. Adapun yang tidak kalah menarik seperti yang disampaikan Dekan mas Zaenal, yaitu mengundang para alumni praktisi untuk berbagi pengalaman di tataran praksis selama bertugas di berbagai sektor. Langkah yang original dan out of the box, sebagaimana di negara negara maju yang memanfaatkan retired citizens sebagai motivator.
Kampus ideal adalah kampus yang mewarnai, bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat baik secara ekonomi, sosial budaya, pelestarian alam dan menghargai kearifan lokal. Keberanian melangkah one step ahead dan kerja keras, merupakan kunci utama untuk meraih kemenangan, ” only the brave survived
Purna Carita
Bagi orang awam di luar Universitas Diponegoro, saat ini kita menyaksikan hasil pembangunan yang menakjubkan di kawasan Tembalang Semarang. Kini Tembalang sudah berkembang menjadi kota cantik mungil di kaki perbukitan Diponegoro, yang senantiasa akan terus tumbuh mengikuti perubahan yang bergerak dinamis.
Banyak gedung modern hadir membingkai kehijauan kampus, sebut saja, Rumah Sakit Nasional Diponegoro, Muladi Dome, Indoor Stadium berkapasitas lebih dari 1000 orang, SPBU, hotel, apartment dan tentu saja rektorat yang indah di lengkapi taman yang asri. Kampus Undip tidak hanya milik orang kampus saja tetapi juga milik warga Semarang. “Bocahe dhewe”, idiom kocak khas Semarang yang orisinil.
Dirgahayu FEB, perjuanganmu mencerdaskan bangsa akan menjadi sesanti sepanjang masa !!
Semarang, 10 Mei
Ny Oeoel Djoko Santoso
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |