Koplaknomics…

6 Oktober 2025, 19:17 WIB

KETIKA mendengar istilah “Koplaknomics” muncul di bincang bincang podcast antara dua tokoh ekonomi kondang, yaitu Prof Rhenald Kasali dan Ferry Latuhihin, tawa saya meledak tidak bisa di tahan. Istilah unik tersebut sejatinya lahir dari gua garba Bahasa Jawa, yang pasti sebentar lagi akan viral di seantero tanah air.

Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkup kultur Jawa tentu merasa bangga, sebab dapat menyumbang khasanah perbendaharaan bahasa nasional Bahasa Indonesia. Kedua pakar sangat menyayangkan pemerintah yang menggulirkan program ultra populis yang berbahaya. Sebut saja Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih dan perluasan Kodam (Komando Daerah Militer).

Peogram MBG merupakan andalan Prabowo-Gibran saat kampanye pemilihan presiden (Pilpres), yang memukau masyarakat luas sehingga meraup kemenangan sebesar 58%.
Tentu pada saat itu wacana spektakuler belum memiliki rencana penerapan yang mantap.
Dianggap mudah dilaksanakan bak membalik telapak tangan saja, namun kenyataannya memang tidak sesederhana itu. Dibutuhkan perencanaan matang, manajemen yang lugas dan profesional.

Bukan “trial and error” yang berujung pada kasus keracunan makanan sampai menyentuh angka lebih dari 5.000 anak yang tersebar di seluruh Indonesia. Nampaknya angka tersebut masih akan terus bertambah, apabila tidak segera diambil solusi yang tepat. Siapa pun mengakui bahwa MBG adalah program mulia dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan kecerdasan anak bangsa memasuki periode Indonesia Emas 2045. Tidak berlebihan bukan kalau banyak orang sinis dan kemudian me-mleset-kan menjadi Indonesia Cemas.

Istilah koplak sendiri artinya bodoh, dungu, tidak punya nalar, semua berkonotasi negatif. Dengan demikian silahkan mengambil makna sendiri dari istilah Jawa yang genuine itu tanpa berburuk sangka

4 Sehat 5 Sempurna

Sejak mengenyam kemerdekaan selama 80 tahun, semua pemimpin Indonesia mulai dari Bung Karno pasti mendambakan terwujudnya pembangunan phisik dan nonphisik secara paripurna, tuntas merata. Rakyatnya cerdas, sehat, bahagia sementara negaranya berwibawa, berdaulat disegani bangsa bangsa lain.

Dari sisi kesehatan kita mengenal berbagai program yang dilaksanakan sejak orde baru (Orba) hingga pasca reformasi. Namun hasilnya belum optimal sebagaimana diharapkan, kemiskinan masih hadir di tengah tengah bangunan modern, gedung pencakar langit tumbuh bak jamur di musim hujan, jalan jalan tol mulus membelah Nusantara.

Di era Orba ada program 4 sehat 5 sempurna yang menyentuh sudut kota dan desa. Kemudian dilanjutkan dengan program GERMAS di 2016. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ini diinisiasi oleh Departemen Kesehatan dibawah kepemimpinan Prof Nila Moeloek bekerjasama dengan Perwanas, Pergerakan Wanita Nasional.

GERMAS adalah tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan bersama sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemampuan, kemauan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup yang diawali dari keluarga.

Jawa Tengah terpilih sebagai tempat pencanangan program Germas secara nasional. Pembukaan dilakukan Gubernur Jateng saat itu Ganjar Pranowo dihadiri seluruh kader Germas yang mengikuti pelatihan selama 3 hari di Hotel Patra Jasa Semarang.

Dalam kiprahnya, Germas difokuskan pada 3 unsur penting, meliputi kebutuhan air minum, instalasi kesehatan masyarakat dan pembangunan pemukiman layak huni.
Lebih dari itu melalui dukungan Kementrian PUPR di bangunlah IBM (Infrastruktur Berbasis Masyarakat), bekerja sama dengan BPOM guna mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Adapun 7 langkah Germas meliputi :

  1. Aktivitas phisik
  2. Budaya konsumsi buah dan sayur
  3. Tidak merokok
  4. Tidak minum minuman beralkohol
  5. Pemeriksaan kesehatan secara rutin.
  6. Jaga kebersihan lingkungan.
  7. Jambanisasi

Sampai saat ini Germas masih berjalan dengan baik tanpa terdengar adanya kasus yang merugikan masyarakat..Para kader PKK dilibatkan dalam jaringan kerja sama yang mantab, terorganisir dengan baik dan harmonis.

Kurang afdhol rasanya bila kita tidak menyinggung kegiatan Pemberian Makan Tambahan (PMT) yang digagas semasa Orba. Kegiatan sederhana dan murah meriah ini dilaksanakan, baik di lingkungan prumahan tetapi juga di institusi pemerintahan. Secara pribadi saya punya pengalaman sebagai anggota Korpri mendapat giliran untuk memasak PMT.

Dengan menumpahkan semua kreativitas, maka terciptalah makanan bernama rice bowl with several kinds of vegetable topping yang selain sehat juga sedap nikmat. Dinikmati oleh semua anak2 karyawan di usia balita sampai usia sekolah dasar.

Dalam kaitannya dengan MBG, seandainya program tersebut sejak awal sudah dikoordinasikan dengan Germas dan kader PKK, mungkin ceritanya akan lain. Peristiwa tragis dan ironis dapat dihindari seperti yang dialami masyarakat sejak dua bulan terakhir ini.

Reaksi Masyarakat

Gelombang reaksi dari masyarakat nampaknya tidak bisa dibendung, terutama yang bernada miring. Hal itu wajar dan pemerintah tidak perlu baper.

Kalau masyarakat bereaksi, itu hanyalah warning saja agar pemerintah dalam menjalankan program yang begitu mulia dijalankan dengan prudent, cermat dan meminimalisir risiko. Sebab, bagaimana pun program ini menyangkut nyawa anak manusia harapan masa depan bangsa. Publik tidak menolak tetapi justru mengingatkan.

Lebih-lrbih lagi, program sudah menelan trilyunan rupiah dari APBN. Program pendanaan di 2026 mencapai angka Rp 335 trilyun, angka yang fantastis dan tentu saja masyarakat mengharap hasilnya juga spektakuler. Ingat kita adalah bangsa yanh.dewasa dalam berbangsa dan bernegara.

MERDEKA
Oeoel D Santoso

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait