SOLO,LOKAWARTA.COM-Ketua OJK Solo Eko Yunianto mengingatkan para pemilik, komisaris, dan jajaran direksi BPR di Solo Raya untuk berhati-hati dalam mengelola Bank Perekonomian Rakyat.
Jika tidak profesional, tidak sesuai tata kelola, dan tidak mengedepankan prinsip kehatihatian, kata Eko, maka bisa saja dilikuidasi dan dicabut izinnya seperti yang baru saja dialami
BPR Usaha Madani Karya Mulia Dilikuidasi (BPR UMKM) Solo.
BPR UMKM yang berlokasi di Jalan Bhayangkara Nomer 13 Sriwedari Solo itu dilikuidasi dan dicabut izinnya oleh OJK setelah dinyatakan dalam status resolusi. Sebab, terjadi fraud di BPR tersebut dan penyimpangannya ditaksir mencapai hampir Rp 8 miliar.
“Dari 77 BPR/BPRS di Solo Raya ini masih ada yang dalam situasi sulit, makanya kita minta mereka untuk mengedepankan prinsip kehatihatian,” kata Eko.
Ada metode untuk menilai tingkat kesehatan bank secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan 5 aspek.Yaitu Metode CAMELS, kepanjangan dari capital (modal), asset (kualitas aset), management (manajemen), earning (rentabilitas), liquidity (likuiditas), dan sensitivity of market (sensitivitas pasar).
Capital : Tingkat kesehatan bank dari aspek modal diukur menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk menilai tingkat kecukupan modal bank dalam mengantisipasi eksposur risiko yang akan muncul.
Asset : Unsur asset quality digunakan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul.
Management : Komponen ini digunakan untuk menilai kemampuan manajerial bank dalam menjalankan operasional sesuai prinsip manajemen umum, manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian.
Earning : Semakin besar laba yang diperoleh menunjukkan bahwa kinerja bank semakin baik dan kondisi keuangannya semakin sehat.
Liquidity: Aspek likuiditas berkaitan dengan kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya.
Sensitivity of market : Bank harus bisa menyesuaikan operasionalnya sesuai keadaan pasar keuangan agar usaha yang dijalankan sesuai dengan keadaan pasar.
Menurut Eko, masing-masing aspek itu punya point atau skor yang berbeda beda dan jika diakumulasikan menjadi 100. Semakin tinggi skornya menunjukkan bank atau BPR itu dalam kondisi baik atau sehat. Begitu pula sebaliknya.
Misalnya, skor 81 hingga 100 menunjukkan kalau bank atau BPR itu sangat sehat. “Saya yakin, jika pengelola perbankan atau BPR melaksanakan metode itu, dijamin sehat, tumbuh dan berkembang,” kata Eko.
Lebih lanjut Eko mengatakan, selain CAMELS, juga ada metode lain untuk menilai kesehatan perbankan atau BPR, yaitu RGEC. Dikatakan, penilaian kesehatan bank dengan metode CAMELS dan RGEC memiliki hasil yang berbeda.
Metode CAMELS lebih difokuskan kepada pencapaian laba dan pertumbuhan, sedang metode RGEC terfokus kepada kombinasi penilaian self assessment yang menekankan kepada manajemen risiko, pelaksanaan GCG, dan rasio keuangan yang mengukur kondisi suatu bank.
“Sehingga Metode RGEC menjadi solusi penilaian kesehatan bank yang lebih komprehenshif,” kata mantan pengawas perbankan di kantor Bank Indonesia / BI Solo tersebut.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |