Puncta 23.02.24
ADA pepatah Jawa yang mengatakan “Ajining dhiri gumantung saka kedhaling lathi. Ajining raga saka busana.” Jika diterjemahkan secara bebas berarti harga diri seseorang tergantung dari ucapan yang keluar dari kata-katanya, dan juga dari apa yang dipakainya.
Harga diri seseorang bisa jatuh karena ucapannya. Begitu pula orang akan dihargai jika kata-katanya dapat dipercaya.
Tidak sedikit tokoh-tokoh penting jatuh karena ucapannya yang tidak baik. Antara kata dan tindakan tidak bisa dijadikan suri teladan.
“Ajining raga gumantung saka busana,” berarti penampilan seseorang akan dinilai apakah orang ini juga menghargai lingkungan di sekitarnya.
Orang bisa menempatkan dirinya dengan busana yang dipakainya. Menghargai sesame bisa dinilai dari cara berbusananya.
Busana dalam Bahasa Jawa disebut “Ageman.” Maka muncul istilah “Agama agemaning kalbu.” Agama itu pakaian atau busana untuk hati kita. Agama apapun akan menjadi pemandu kita bertutur kata dan berperilaku yang baik.
Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk beragama yang baik dan benar. “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga,” kata Yesus.
Nampaknya Yesus melihat praktek keagamaan para ahli Taurat dan kaum Farisi tidak sesuai harapan. Mereka adalah ahli-ahli Taurat dan kaum yang mengerti hukum dan aturan, namun justru mereka menggunakan hukum untuk menindas orang kecil.
Antara kata dan perbuatan tidak sesuai dengan kenyataannya. Maka Yesus meminta para murid-Nya agar tidak berada di bawah mereka itu. Yesus menuntut lebih daripada para ahli-ahli kitab itu.
Hidup keagamaan terlihat dari tindakan-tindakan moralnya terhadap sesama. Bukan hanya soal tidak membunuh sesama, tetapi jika orang sudah marah dan berkata kafir atau jahil kepada sesamanya, dia sudah harus dihukum.
Berkata kasar, jahat dan keras pada orang lain sudah dikategorikan sebagai kejahatan. Bullying yang sekarang marak ini harus dihentikan karena itu adalah tindakan kejahatan.
Sebagai orang beragama kita mestinya bisa dengan bijaksana bertutur kata dan bertindak.
Kalau agama sebagai “agemaning kalbu” maka semakin beragama seharusnya semakin menjadi orang yang baik dan bijaksana.
Menunggu janji manis putra mahkota,
Makan gratis bagi sekian juta rakyatnya.
Orang jujur dinilai dari kata-katanya.
Orang bijak dilihat dari tindakannya.
Cawas, mari beragama dengan benar
Alexander Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |