SOLO,LOKAWARTA.COM-Jika orang tua, guru, atau pelatih ingin mencetak anak menjadi baik dan berprestasi, maka diri sendiri harus menjadi yang baik.
Saat marah pada anak, jangan sampai membentak-bentak. Sebab bentakan tersebut akan membuat tensi tinggi dan merugikan secara fisik.
Mengkritik anak sebaiknya dilakukan dengan cara one by one, tanpa ada orang lain tahu, sehingga dapat menjaga mental anak tersebut.
“Kalau mau marah pada anak, marahlah dengan cinta,” kata psikolog Yustinus Joko Dwi Nugroho, ketika menjadi pembicara dalam seminar yang diselenggarakan UKM Taekwondo Unisri Surakarta, Sabtu (3/6/2023).
Yustinus menyarankan, untuk membentuk mental luar biasa pada anak diperlukan teknik mengkritik, yaitu memarahi tanpa mengomel.
“Mendampingi anak bukan sekedar menemani, karena mendampingi dibutuhkan komunikasi, berbeda dengan menemani,” kata dosen Psikologi Universitas Setia Budi Surakarta itu.
Terkait balas dendam karena sakit hati lantaran dihina ataupun di bully, Yustinus menyarankan agar melakukan balas dendam secara positif. Yakni dengan membungkam orang yang membuli atau menghina dengan prestasi.
“Jadikan hinaan sebagai pacuan untuk berprestasi, bukan dendam. Karena orang dendam akan memunculkan banyak penyakit seperti stroke, dan jantung,” kata psikolog di Rumah Sakit Jiwa Surakarta itu.
Lebih lanjut Yustinus mengatakan, banyak anak yang memiliki intelegensi tinggi tetapi keberadaannya tergusur oleh orang yang mempunyai mental kuat. Banyak faktor mempengaruhi penurunan mental seseorang, bahkan atlet saat hendak bertanding
Antara lain kelelahan fisik, cedera atau gangguan kesehatan, tekanan atau stres, kurangnya dukungan emosional dari pelatih atau keluarga, keraguan, ketidakpastian, kegagalan, pengalaman buruk, serta gangguan emosional.
“Kalau anak kalah atau mendapatkan nilai jelek, jangan diumeng-umeng, jangan marahi anak, tapi berikan semangat dan dorongan,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Yustinus juga menjelaskan pada orang tua peserta seminar untuk selalu percaya bahwa anak dapat melakukan sesuatu tanpa rasa ragu.
Menurut dia, wajar jika seringkali anak dikuasai kekuatiran. Namun jika sudah merasa kuatir, Yustinus menyarankan agar jangan sampai berkelanjutan.
Untuk menghilangkan rasa kuatir, kata dia, ada cara yang bisa dikembangkan yaitu menumbuhkan self talk atau bicara pada diri sendiri untuk menghindarkan mental down.
Menurut dia, self talk berguna untuk menumbuhkan kepercayaan dan mendorong pada diri sendiri, yang dipercaya dapat menumbuhkan mental kuat.
Di samping cara-cara itu, Yustinus mengatakan, untuk menumbuhkan mental kuat anak berprestasi, antara lain fokus, meningkatkan mental bertanding, menstabilkan emosi, dan komunikasi.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |