Ande-Ande Lumut

26 September 2022, 10:00 WIB

Puncta 26.09.22
Senin Biasa XXVI
Lukas 9: 46-50

ALKISAH Kerajaan Jenggala dan Kediri mau dipersatukan dengan perkawinan antara Pangeran Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji Galuh Candrakirana.

Namun sebelum perkawinan terlaksana, terjadilah perang yang mengakibatkan Dewi Sekartaji menghilang untuk menyelamatkan diri dari musuh.

Dia menyamar sebagai anak desa dan diangkat oleh seorang janda yang punya tiga gadis bernama Kleting Abang, Kleting Ijo dan Kleting Biru. Sekartaji diberi nama Kleting Kuning.

Sebagai anak angkat dan bungsu, Kleting Kuning diperlakukan dengan kejam. Ketiga kakaknya sering menindas dan merasa diri paling hebat.

Mereka bersikap sombong dan meremehkan anak bungsu yang lemah.

Karena Dewi Sekartaji menghilang, Panji Asmarabangun berkelana kemana-mana dan menyamar sebagai Ande-Ande Lumut.

Dia hidup dengan “Mbok Randha” di Desa Dadapan. Banyak gadis ingin melamarnya.

Singkat cerita, Kleting Abang, Ijo dan Biru juga melamar. Tetapi mereka ditolak karena mereka tidak suci. Ketiganya telah dicium Yuyu Kangkang saat menyeberang sungai.

Kleting Kuning yang diremehkan dan sering diperlakukan tidak adil oleh ketiga kakaknya juga melamar.

Ia justru yang diterima karena Kleting Kuning masih murni dan teguh hati. Ia menolak dicium oleh Yuyu Kangkang.

Kleting Kuning adalah gambaran anak kecil yang dibawa Yesus ke tengah-tengah para murid yang berebut menjadi terbesar.

Ketiga Kleting meremehkan si bungsu, Kleting Kuning. Mereka berebutan menjadi yang tercantik, terhebat dan terpantas. Itulah pikiran para murid.

Yesus itu seperti Ande-Ande Lumut yang memilih si bungsu yang dianggap lemah dan hina, namun suci murni hatinya.

Yesus berkata, “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”

Ketika para murid bertengkar tentang posisi dan kekuasaan, Yesus justru menaruh anak kecil di tengah-tengah mereka.

Anak kecil adalah simbol kerapuhan, tidak berdaya, hanya tergantung oleh orangtua.

Pesan Yesus jelas, agar para murid tidak berebut kuasa, posisi atau kursi tahta.

Mereka yang terbesar adalah orang yang bersikap seperti anak kecil yang hanya mengandalkan kuasa Allah.

Yesus juga mengidentifikasi Diri-Nya seperti anak kecil. “Barangsiapa menyambut anak ini dalam Nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Orang-orang kecil adalah pengejawantahan kehadiran Yesus. Mengasihi dan menghargai mereka berarti mengasihi dan menghormati Yesus sendiri.

Sudahkah kita menghargai orang-orang kecil, lemah dan miskin? Di dalam diri merekalah Yesus hadir dan berpihak.

Anak kodok sering disebut percil,
Kalau sudah besar jadi sweeke di wajan.
Mari kita hormati mereka yang kecil,
Merekalah yang terbesar di mata Tuhan.

Cawas, menghormati yang kecil…
RD A Joko Purwanto Pr

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:sesawi.net

Artikel Terkait