SAYA mengutip tulisan Anthony de Mello SJ dari buku Burung Berkicau.
Kisah menarik yang sangat inspiratif; Seorang gadis di kampung nelayan hamil di luar nikah.
Setelah berkali-kali dipukuli, akhirnya ia mengaku bahwa bapak dari anak yang dikandungnya adalah Guru Zen yang merenung sepanjang hari di dalam kuil di luar desa.
Orangtua si gadis bersama banyak penduduk desa beramai-ramai menuju kuil. Dengan kasar mereka menyerbu Guru yang sedang berdoa.
Mereka menghajarnya karena kemunafikannya dan menuntut bahwa ia sebagai bapak anak itu wajib menanggung biaya untuk membesarkannya.
Jawaban Guru itu hanyalah, “Baiklah, baiklah.”
Setelah orang banyak pergi meninggalkannya, ia memungut bayi itu dari lantai. Ia minta supaya seorang ibu dari desa memberi anak itu makan dan pakaian serta merawatnya atas tanggungannya.
Guru itu jatuh namanya. Tidak ada lagi orang yang datang untuk meminta wejangannya.
Ketika peristiwa itu sudah berlalu satu tahun lamanya, gadis yang melahirkan anak itu tidak kuat menyimpan rahasianya lebih lama lagi.
Akhirnya ia mengaku, bahwa ia telah berdusta. Ayah anak itu sebetulnya adalah pemuda di sebelah rumahnya.
Orangtua si gadis dan para penduduk kampung amat menyesal. Mereka bersembah sujud di kaki Guru untuk mohon maaf dan meminta kembali anak tadi.
Guru mengembalikannya dan yang dikatakannya hanyalah: “Baiklah. Baiklah.”
Sungguh hati seorang yang suci, tidak berpikir untuk dirinya sendiri, kendati ia harus tercemar namanya, tetapi ia berlaku tulus untuk kebahagiaan orang lain.
Hari ini Gereja merayakan Hati Tersuci St. Perawan Maria. Pengalaman hidup Maria bisa menjadi gambaran bagaimana hatinya yang suci menanggapi panggilan Tuhan.
Ia siap menerima “cela” saat mengandung bayi Yesus. Tanpa suami, ia menanggung beban sendiri.
Sekali berkata, Ya, Maria tidak pernah mundur ke belakang. Jawabannya kepada Tuhan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu,” adalah tanda kesetiaan dan ketulusan hati Maria.
Seperti Guru Zen yang rela menanggung segalanya dengan berkata, “Baiklah, baiklah.”
Ia menanggung derita yang sama seperti Yesus yang menanggung dosa-dosa kita. Sebagaimana kemarin kita merayakan Hati Kudus Yesus, sekarang kita juga menghormati hati tersuci Bunda-Nya, bunda kita juga.
Siap mencintai berarti siap juga untuk mengorbankan diri. Hidup tidak lebih berarti, jika kita tidak mau memberikan diri.
Pada malam bulan purnama,
Sungguh indah nonton Ramayana.
Hati tersuci Santa Perawan Maria,
Ajari kami untuk saling mencinta.
Cawas, Maria doakanlah kami selalu
Puncta 17.06.23
HR Hati Tersuci St. Perawan Maria
Alexander Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |