SEMARANG,LOKAWARTA.COM-Lantaran merasa dirugikan, PT Tjandi Tunggal Wedari mengajukan gugatan perdata kepada Pangdam IV/Diponegoro.
Gugatan perdata senilai Rp 10 miliar yang didaftarkan secara online ke Pengadilan Negeri (PN) Semarang itu telah diterima dengan nomor perkara 275/pdt.g/2024. Rencananya, sidang perdana gugatan itu akan digelar 20 Juni 2024.
“Selain gugatan perdata, kita juga minta surat Pangdam V/Diponegoro kepada BPN batal demi hukum,” kata Dr Kadi Sukarna SH, kuasa hukum PT Tjandi Tunggal Wedari pada awak media di Solo, Selasa (4/6/2024).
Dalam gugatan itu, Pangdam IV/Diponegoro dinilai telah menghalangi proses sertfikasi Hak Guna Usaha (HGU) terhadap lahan perkebunan di wilayah Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Lahan perkebunan seluas ratusan hektar itu semula dikelola bersama oleh PT Tjandi Tunggal Wedari dan PT Rumpun Sari Antan. Namun seiring berjalannya waktu pada 15 Maret 2021, kedua perusahaan sepakat melakukan tukar guling.
Di mana hak pengelolaan PT Rumpun diserahkan secara keseluruhan kepada PT Tjandi. Dan sebagai ganti, PT Tjandi menyerahkan semua saham kepemilikan di kebun jati Pablengan, Kabupaten Kendal kepada PT Rumpun.
Usai terjadi kesepakatan, PT Tjandi mulai melakukan pengurusan legalitas tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cilacap.
Namun permasalahan muncul saat beberapa waktu lalu Pangdam IV yang merupakan pembina Yayasan Rumpun Diponegoro memanggil direksi PT Tjandi. Yayasan Rumpun Diponegoro adalah yayasan yang menaungi PT Rumpun Sari Antan.
Saat itu Pangdam mencoba bertanya terkait proses tukar guling yang telah dilakukan antara PT Tjandi dan PT Rumpun.
“Saat itu Pangdam hanya sebatas bertanya terkait gambaran bentuk kesepakatan yang terjadi antara PT Tjandi dan PT Rumpun. Semua sudah saya jelaskan dengan gamblang,” ujar Kadi mewakili klien.
Namun justru masalah semakin rumit ketika Pangdam kembali memanggil direksi PT Tjandi tanpa mengizinkan kehadiran kuasa hukum. PT Tjandi tidak memenuhi panggilan, karena menurut Kadi Sukarna, secara hukum, Pangdam tidak memiliki kapasitas untuk melakukan tindakan tersebut.
Ketegangan mulai muncul ketika PT Tjandi menerima informasi dari BPN Cilacap bahwa Pangdam IV mengirim surat resmi ke BPN yang meminta penghentian proses sertifikasi lahan di Cipari Cilacap tersebut, tertanggal 27 Mei 2024.
Menurut Kadi, tindakan Pangdam itu dinilai bentuk pelanggaran hukum karena seharusnya Pangdam hanya berperan sebagai pembina yayasan tanpa kewenangan mempengaruhi kebijakan perusahaan.
Kadi mengatakan, sesuai ketentuan dalam pasal 35 ayat 1 Undang-undang RI nomor 16 tahun 2001 dan diubah dalam Undang-undang no 28 tahun 2004 tentang Yayasan, dijelaskan bahwa yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta yang berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah pengurus, bukan Pembina.
“Karena itu kami memandang bahwa apa yang dilakukan oleh Pangdam sudah melampaui kewenangan,” ungkap Kadi.
Sebagai respons terhadap tindakan Pangdam IV, PT Tjandi Tunggal Wedari bersama kuasa hukumnya, melalui kantor hukum Dr YB Irpan SH MH mengajukan gugatan ke PN Semarang. Gugatan diajukan secara online pada Selasa 4 Juni 2024 dengan nomor perkara 275/pdt.g/2024.
“Dari kejadian ini kami harus menanggung kerugian besar. Karena untuk pengelolaan lahan tersebut, kami juga bekerja sama dengan pihak lain. Karena akibat surat dari Pangdam itu, bukan hanya proses sertifikasi yang terhenti, kerja sama pengelolaan lahan juga terganggu,” lanjut Kadi.
“Makanya kami mengajukan gugatan sebesar Rp10 miliar sebagai ganti rugi. Dan secara hukum kami memandang bahwa surat dari Pangdam ini cacat hukum, maka status surat itu juga batal demi hukum,” tandasnya. (*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |