Budi Pekerti, Tidak Butuh Teori Ndakik-ndakik…

16 September 2024, 13:10 WIB

UNTUK membahas masalah budi pekerti tidak memerlukan teori yg “ndakik-ndakik”, melainkan sikap positif yang berkeadaban dituntun oleh hati nurani penuh ketulusan.

Sejelek apapun manusia tentu memiliki nurani yg berasal dari jiwa, pikiran dan perasaan. Nur adalah pancaran suci yg bersembunyi di dalam relung hati yg paling dalam. Nur merupakan sinar penuntun yang membimbing manusia untuk berbuat baik terhadap sesamanya.

Agama apapun tidak pernah mengajarkan manusia utk menghina, melecehkan apalagi merendahkan sesamanya.

Pemahaman budi dan pekerti , kita peroleh dari orang tua sebagai penuntun menjalani kehidupan. Banyak istilah yang dipakai misalnya tata krama, subasita, unggah ungguh, trapsila, sampai istilah asing bernama attitude , behaviour, manners, dan lainnya.

Di dalam bahasa Jawa kita mengenal bahasa ngoko, bahasa krama madya dan krama inggil yang menunjukkan strata saat berkomunikasi.

Bahasa antar teman sebaya tentu berbeda dengan bahasa yang kita pakai ketika kita berwawan sabda dengan seseorang yg lebih sepuh baik dalam usia maupun jabatan.

Tidak sepantasnya kita berbicara dengan berkacak pinggang dengan seseorang yg lebih senior. Di Amerika sering kita melihat hal seperti itu dan jelas tidak perlu kita tiru.

Menurut adab Islami menyerahkan atau menerima sesuatu dari orang harus memakai tangan kanan. Orang menyebutnya dengan ” tangan manis”, adab tersebut sudah dikenalkan sejak dini.

Yang saya lihat di tlatah Yogya dan Solo, agak lebih ekstrim yaitu saat menyuguhkan makanan diatas piring.
Piring dipegang dengan tangan kiri, tetapi masih disangga dengan jempol/ ibu jari sebagai simbol penghormatan di bawah piring.

Luar biasa, mungkin hal tersebut sudah jarang ditemui saat ini. Saya melihat dan mencatat pada saat berusia 9 tahun , ketika mampir makan siang di daerah Klaten.

Zaman memang sudah berubah, peradaban pun juga mulai bergeser ke arah yang lebih egaliter dan nampak lebih modern.

Budaya pamit kalau kita mau meninggalkan rumah juga sudah mulai ditinggalkan. Karena pamitnya sudah diwakili oleh WA, as simple as that.

Kita menyerap pitutur dan petunjuk yang baik dari ortu, kemudian dilengkapi pendidikan yang baik dan benar dari sekolah. Bangsa Indonesia dikenal sbg bangsa timur yang santun dan lembah manah. Menghindari pamer kekayaan atau kepandaian.

Di kalangan orang-orang terdidik atau intelektual seorang maha guru sangat dihormati murid-murid. Kepandaian yang dimiliki guru besar meliputi banyak cabang keilmuan, tidak berarti seorang professor tahu semua hal.

Bagaimana pun beliau adalah manusia biasa dengan segala keterbatasannya. Jangan direndahkan kalau seorang guru besar di bidang kedokteran juga harus mumpuni di bidang politik. Itu namanya tidak adil. Coba bagaimana seorang chef terkenal ditanya tentang caranya merajut taplak.

Ketimpangan budi pekerti sedang melanda negeri ini, semua diacak2 diluar pakem kebudayaan. Kalau sedang di atas dan memegang kekuasaan berlakulah yang bijak, jangan adigang adigung adiguna.

Didik anak-anak generasi muda dengan local wisdom, bukan di beri contoh bagaimana menikmati kejumawaan yang kebablasan.(*)

Be wise and be noble
Semarang, 23 Januari

Oeoel Djoko Santoso

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait