JOGJA,LOKAWARTA.COM-Kepala Otoritas Jasa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta Eko Yunianto mengatakan, pengawas perbankan perlu memiliki metode khusus untuk dapat mendeteksi secara dini praktik financial dan legal engineering yang dilakukan perbankan.
Pesan itu disampaikan Kepala OJK DIY Eko Yunianto ketika membuka Focus Group Discussion (FGD) Strategi Pencegahan dan Mitigasi Risiko Penyalahgunaan Financial dan Legal Engineering di Perbankan, Kamis (12/12/2024) di Yogyakarta.
“Pengawas perbankan perlu memiliki metode khusus untuk dapat mendeteksi secara dini praktik financial dan legal engineering yang dilakukan perbankan,” kata Eko Yunianto.
Ya, pesan Eko Yunianto perlu mendapat perhatian. Pasalnya, pada prakteknya di lapangan, masih dijumpai adanya perbankan yang melakukan praktek plafondering, restrukturisasi secara berulang tanpa memperhatikan prinsip kehati2an dan pemecahan kredit atas nama (kredit topeng maupun fiktif) yang digunakan untuk talangan angsuran debitur lain maupun menghindari BMPK.
“Dan disisi lain, pencatatan transaksi keuangan belum sepenuhnya mengacu pada standar akuntansi ysng berlaku melalui penangguhan biaya dan modifikasi aset keuangan sehingga pengakuan laba menjadi tidak wajar,” kata mantan pengawas perbankan Bank Indonesia itu.
Dalam kesempatan itu, Eko Yunianto melaporkan, aset perbankan di DIY pada posisi Oktober 2024 tumbuh 4,10% (ytd) menjadi Rp 111,5 triliun, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 2,95% (ytd) menjadi Rp 91,9 triliun dan kredit yang disalurkan juga tumbuh 6,27% menjadi Rp 62,8 triliun.
Namun menjadi catatan, kualitas kredit perbankan menunjukan tren menurun, dengan nonperforming loan atau NPL meningkat dari 3,64% menjadi 4,24%.
“Pencapaian kinerja tersebut akan menjadi tolok ukur bagi perbankan dalam menetapkan target tahun 2025, sehingga pengawas perlu memastikan target yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap regulasi,” tandasnya.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |