Puncta 20.09.22
PW. St. Andreas Kim Taegon, Imam
Paulus Chong Hasang, dkk, martir Korea
Lukas 8: 19-21
ORANG Jawa mempunyai pitutur luhur yang berbunyi; “Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan.”
Secara harafiah arti pepatah itu adalah bukan saudara bukan kerabat, tetapi kalau meninggal akan ikut kehilangan berat.
Hal itu menggambarkan betapa relasi persaudaraan di tengah masyarakat sangat dijunjung tinggi.
Persaudaraan tidak dibatasi oleh hubungan darah secara langsung. Siapa pun juga diterima sebagai saudara jika mau berbaur dan saling menghormati.
Di Jawa ada banyak aliran agama dan kepercayaan, suku dan etnis yang bisa hidup saling berdampingan.
Hal itu menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa bisa hidup dan bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan.
Sudah sejak zaman dahulu toleransi dan persaudaraan itu tumbuh dengan baik. KH. Ahmad Dahlan misalnya berteman dengan Romo van Lith SJ di Muntilan. KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) bersahabat dengan Romo Mangunwijaya.
Di Solo misalnya, berdiri berdampingan GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah Kratonan. Kedua tempat ibadah itu menggambarkan kerukunan dan persahabatan yang indah dari insan keturunan Nabi Ibrahim.
“Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan” memperjelas sabda Yesus hari ini.
Ketika orang banyak memberitahukan kepada Yesus, “Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau,” Yesus menjawab, “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”
Yesus mengartikan saudara bukan hanya berdasarkan hubungan darah. Namun berdasarkan ketaatannya mendengarkan dan melaksanakan sabda Allah.
Relasi persaudaraan itu diperluas. Siapa pun mereka yang dengan tekun dan sungguh-sungguh mendengarkan sabda Tuhan dan melakukannya, ialah saudara kita.
Malah kadang persaudaraan seperti itu lebih dalam dan erat daripada hubungan dengan saudara sedarah daging.
Persahabatan yang tulus ikhlas tidak disempitkan hanya sebatas keluarga, tetapi dengan siapa saja yang menjalankan perintah-perintah Tuhan.
Maka sungguh disayangkan apa yang terjadi di Cilegon, dimana ada pejabat daerah yang menolak pembangunan gereja.
Mereka harus belajar dan melihat apa yang terjadi di Solo, dimana gereja dan masjid dapat hidup rukun berdampingan.
Kalau mau lebih global lagi, pergilah ke Roma, kota pusat kekatolikan, disana dibangun masjid agung nan megah.
Persaudaraan atau ukhuwah itu tidak hanya dengan yang seagama, tetapi ada persaudaraan sebangsa setanah air, persaudaraan seluruh insan ciptaan Tuhan.
Yesus mengajarkan siapa saudaraku dengan mengatakan, “mereka yang mendengarkan sabda Tuhan dan melaksanakannya.”
Marilah kita membangun persaudaraan dengan siapa pun yang berkehendak baik, karena yang baik pasti berasal dari Tuhan.
Kalau ke Rembang lewatlah Pati,
Terlalu jauh kalau lewat Surabaya.
Jika kita tulus saling menghormati,
Kita akan punya banyak saudara.
Cawas, kita semua bersaudara….
RD A Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |