LOKAWARTA.COM,SOLO-Rasio non performing loan (NPL) atau kredit bermasalah BPR/BPRS di Solo Raya benar-benar menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pasalnya, angka kredit itu sudah melebihi ketentuan Bank Indonesia (BI), yakni 5 persen. Apalagi dalam situasi pandemi belakangan ini, angka tersebut terus meningkat.
Menurut data kantor OJK Solo, rata-rata angka kredit bermasalah BPR/BPRS di Solo Raya sebesar 5,75 persen, pada posisi akhir Maret 2022. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat 5,26 persen.
Kepala OJK Solo Eko Yunianto mengingatkan, dalam menjalankan kegiatan usaha, BPR/BPRS agar selalu berpedoman pada ketentuan yang berlaku dan senantiasa menerapkan tata kelola BPR/BPRS yang sehat serta memastikan zero fraud.

“Mengingat usaha perbankan adalah bisnis kepercayaan, sehingga risiko reputasi harus dimitigasi dengan baik,” kata Eko ketika memberi sambutan dalam halal bi halal sekaligus silaturahmi memperkuat industri BPR/BPRS menuju go public yang digelar Paguyuban Pemegang Saham dan Komisaris (Pesakom) BPR/BPRS Soloraya, Rabu (25/5/2022).
Sebenarnya, lanjut Eko, catatan positif pertumbuhan kinerja selama ini dapat memberikan peluang BPR/BPRS di Solo Raya untuk terus tumbuh sehat dan berkontribusi, meningkatkan volume bisnis sekaligus menjawab tantangan dampak perkembangan teknologi serta mengimplementasikan sustainable finance.
Dikatakan, sampai posisi akhir Maret 2022, BPR/BPRS di Solo Raya yang jumlahnya 82 BPR/BPRS mampu mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 10,37% secara year on year (yoy) menjadi Rp 10,28 triliun.
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun dari masyarakat tumbuh sebesar 11,97% yoy menjadi Rp 7,88 triliun dan penyaluran kredit tumbuh sebesar 9,08% yoy menjadi Rp 7,56 triliun.
“Ini menunjukkan bahwa industri BPR/BPRS memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya perbankan di Solo Raya,” pungkasnya.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |