Einstein dan Gadis Kecil

15 November 2022, 06:09 WIB

Puncta 15.11.22
Selasa Biasa XXXIII
Lukas 19: 1-10

PADA mulanya Allah menciptakan semua baik. Manusia diciptakan baik adanya. Jadi kebaikan adalah karakter awal seorang manusia.

Kebaikan itu seperti benih yang ditaburkan dan tumbuh dimana-mana. Kebaikan itu ditaburkan untuk siapa saja tanpa kecuali.

Mari kita belajar dari Albert Einstein, seorang ahli fisika yang sangat jenius. Einstein berhasil melarikan diri dari tentara Nazi Jerman pada tahun 1933.

Ia menyeberang ke Amerika dan membeli sebuah rumah di dekat Universitas Princeton.

Di kota itu ia berjumpa dengan banyak orang hebat pada zamannya dan berdiskusi dengan mereka tentang berbagai masalah mulai dari Fisika hingga hak asasi manusia.

Tetapi Einstein juga punya tamu dan sahabat seorang gadis kecil, tetangganya. Dia adalah Emmy, seorang anak yang mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika.

Gadis kecil itu tahu bahwa dia punya tetangga orang baik yang sering didatangi orang-orang hebat. Pria itu tahu semua tentang matematika. Emmy ingin minta bantuan mengerjakan soal-soal matematikanya.

Einstein menerima gadis itu dengan senang hati dan membantunya dalam memahami pelajaran matematika. Einstein juga mengundang kapan saja Emmy mau datang, rumahnya selalu terbuka.

Lama-lama Ibu Emmy tahu kalau gadisnya selalu mengganggu seorang tokoh besar di rumahnya. Ia dengan cepat meminta maaf atas sikap tidak hormat anaknya yang selalu mengganggunya.

Namun Einstein berkata, “Dia tidak mengganggu saya. Saya justru senang kalau ada anak kecil menemukan waktu yang bahagia saat dia belajar. Dia adalah malaikat kecil yang menyadarkan saya untuk berbagi ilmu yang saya punya. Rumah ini terbuka untuk dia kapan saja.”

Zakheus menemukan Yesus sebagai pribadi yang mengubah hidupnya. Setelah ketemu Yesus, ia disadarkan akan identitas dirinya yang sesungguhnya.

Memberi, berbagi kasih adalah identitas seorang manusia yang sejati. Pertemuan dengan Yesus membuat Zakheus menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Ia berubah dari sifat egosentris menuju altruis. Ia tidak lagi berpikir pada diri sendiri tetapi berfokus pada kebahagiaan sesamanya.

Ia tidak lagi berpikir, “milikku hanya untukku sendiri.” Tetapi sekarang Zakheus berpikir, “Milikku adalah milikmu juga.”

Seperti Einstein yang membagikan ilmunya bagi gadis kecil yang tidak mampu memahami matematika, demikianlah prinsip kasih mengembangkan peradaban dunia. Kasih itu identitas manusia yang sejatinya.

Kejeniusannya bukan untuk dirinya sendiri, tetapi dibagikan kepada dunia. Gadis itu adalah malaikat kecil yang menyadarkan Einstein bahwa ilmunya akan sangat berguna jika dibagi kepada orang banyak.

“Ilmuku adalah milikmu juga,” prinsip itulah yang mengubah segala kemajuan dunia sampai saat ini. Maukah anda berbagi untuk sesama?

Para pemimpin dunia sedang ada di Bali.
Indonesia sedang jadi pusat perhatian dunia.
Hidup bahagia jika kita saling mengasihi.
Tebarkan benih kasih kepada siapapun juga.

Cawas, mari saling mengasihi…
RD A Joko Purwanto Pr

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:sesawi.net

Artikel Terkait