SOLO,LOKAWARTA.COM-Pentingnya bagi industri perbankan untuk berinvestasi teknologi, khususnya keamanan siber.
Pasalnya, kata Kepala OJK Jabodebek dan Provinsi Banten Roberto Akyuwen, intensitas serangan siber di sektor perbankan semakin masif dan menimbulkan kerugian sangat besar.
Hal itu dikatakan ketika menjadi pembicara dalam talkshow dan launching buku “Keamanan Siber Bank” di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret (FEB UNS), Solo, Rabu (18/9/2024).
“Alasan utama yang mewajibkan bank untuk berinvestasi pada keamanan siber adalah meningkatnya kehilangan data serta akses yang tidak terotorisasi pada jaringan dan sistem bank,” jelas Roberto.
Dalam kesempatan itu Roberto berpesan kepada perbankan untuk memulai mengalokasikan sumber daya untuk keamanan siber perbankan jika terjadi serangan siber bisa segera ditanggulangi oleh perbankan.
“Biasanya, orang atau perbankan memulai mengalokasikan sumber daya untuk keamanan siber itu ogah ogahan, nanti kalau sudah kejadian sudah nggak ketulungan,” jelas penulis buku tersebut.
Secara spesifik, kata Roberto, pendorong bagi bank untuk membiayai keamanan sibernya adalah keamanan informasi nasabah yang sensitif dan membentengi sistem, serta proses teknologi informasi.
“Pendorong lainnya permintaan nasabah untuk kenyamanan dan keamanan pembayaran, serta mengikuti atau memenuhi persyaratan dalam regulasi yang berlaku,” jelas Roberto.
Dalam kesempatan itu, Business Development Manager Privy Zuwin Adriano membeberkan sejumlah ancaman siber yang menyasar sektor perbankan. Teranyar, kasus fraudster atau modus penipuan yang dilakukan satu orang atau lebih setidaknya menimpa salah satu bank pelat merah di Indonesia.
“Baru-baru ini banyak kejadian fraudster, proses penyalahgunaan data terjadi di bank Himbara sehingga layanan operasionl berhenti karena manajemen siber security kurang kuat,” ujarnya.
Menurutnya, kasus fraudster yang kerap terjadi ketika pihaknya melayani produk banking yaitu terkait proses liveness detection. Ini merupakan sistem teknologi biometrik untuk mendeteksi keaslian suatu sidik jari, wajah, ataupun biometrik lain dari seseorang.
Hal tersebut sering terjadi saat ini, seperti tempting dan injection di dalam aplikasi. “Privy memiliki langkah preventif dalam mengatasi, yakni dengan tidak langsung meloloskan saat proses autentifikasi klien berlangsung,” pungkasnya.
Chairman Infobank Media Group Eko B. Supriyanto menjelaskan, kejahatan siber merajalela dan menjadi ancaman nyata bagi lembaga jasa keuangan terutama pada industri perbankan Tanah Air. Perbankan dituntut untuk mengembangkan budaya cyber crime sebagai upaya pencegahan terhadap risiko kejahatan siber.
“Pengembangan budaya cyber crime perbankan, culture-nya itu harus terbentuk. Dalam buku ini, budaya ini paling tidak harus ada tiga unsur, yaitu keamanan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan, tiga unsur itu harus di blended menjadi satu budaya kerja,” ungkap Eko.(*)
Editor | : | Pilih Nama Editor |
---|---|---|
Sumber | : |