Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jeblok, Ini Penyebabnya…

28 Januari 2024, 21:16 WIB

SOLO,LOKAWARTA.COM-Dekan Fakultas Hukum Unisri Surakarta Dr Dora Kusumastuti mengatakan, pemberantasan korupsi di Indonesia menyangkut aspek struktural maupun kultural.

Struktural berhubungan dengan kekuasaan, sistem legal dan “power relation”. Sedang kultural terkait dengan budaya, moralitas, norma dan gerakan serta dinamika sosial dalam masyarakat.

Ia mengatakan, negara-negara besar selalu berhasil memperlihatkan indeks persepsi korupsi yang tinggi, pada indeks versi “Transparancy International” artinya penanganan korupsi sangat baik.

IMG 20240128 210830

Indonesia, kata dia, selalu berada pada indeks yang rendah, di bawah rata-rata dunia (44). Tahun lalu indeks Indonesia mencapai 38, jauh di bawah Singapura dan Malaysia.

“Pemilu sudah di depan mata. Kerawanan terhadap korupsi pada massa tahapan pemilu, tantangan penegakan hukum pada tindak pidana korupsi pasca revisi Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 menjadi PR besar kita,” kata Doktor Dora.

Hal itu dikatakan ketika memberi sambutan dalam seminar nasional bertema “Quo vadis pemberantasan Korupsi Pasca Pilres 2024” yang diselenggaran Fakultas Hukum Unisri Surakarta, Sabtu (27/1/2024) di kampus setempat.

Seminar yang dibuka Rektor Prof Dr Sutoyo itu menghadirkan tiga pembicara. Yakni, Ketua KPK periode 2011-2015 Dr Abraham Samad pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada Dr.Zainal Arifin Muhtar, serta dosen Fakultas Hukum Unisri Dr Bambang Ali.

Dalam paparannya, ketiga pembicara, baik Abraham Samad, Zainal Arifin Muhtar, maupun Bambang Ali sepakat untuk merevisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Sebab, UU KPK yang baru tersebut justru melemahkan KPK.

IMG 20240128 210811

Dalam undang-undang yang baru, kata Abraham Samad, KPK tidak lagi independent seban kini berada di bawah eksekutif sehingga dengan mudah eksekutif masuk ke KPK dan melakukan intervensi.

“Siapa pun nanti yang terpilih menjadi presiden dalam Pemilu 2024, akan kita dorong untuk merevisi undaang undang KPK,” kata Abraham Samad.

“Kalau kita mau membrantas korupsi, maka lembaganya harus kuat, regulasi harus mendukung, dan kesadaran masyarakat juga harus tinggi.”

“Dalam sejarahnya, KPK lahir karena lembaga penegak hukum lainnya, yakni kepolisian dan kejaksaan tidak seperti yang diharapkan, karena sibuk menangani kasus-kasus lainnya di luar korupsi,” kata Abraham Samad.

Rektor Prof Dr Sutoyo mengatakan, seminar nasional “Quo vadis pemberantasan Korupsi Pasca Pilres 2024” adalah sumbangsih Unisri pada negara dalam upaya pembrantasan korupsi.

“Seminar ini tidak berhenti sampai di sini. Hasil seminar ini akan kami kirimkan ke pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti,” kata Prof Sutoyo.(*)

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait