Matius 20:28 : Sama seperti Anak Manusia itu juga ; Ia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani, dan menyerahkan nyawa-Nya untuk membebaskan banyak orang.
AKU sering mengikuti perayaan – perayaan kaum religious, entah itu tahbisan, kaul, profesi dan lain – lain. Tapi perayaan-perayaan itu sepertinya sedikit aneh bagi saya, terutama dalam pelayanan. Yang mana dalam perayaan yang meriah, selesai perayaan ibadat ataupun misa sering kali ditutup dengan obrolan, ramah tamah, sambutan-sambutan sarasehan, dan tidak lupa perjamuan atau makan – makan.
Ya dari sinilah saya pribadi merasa kurang “pas”, nggak tahu dengan umat yang lain. Mereka sadar atau tidak arti tentang sebuah pelayanan, melayani. Dari sini ada perbedaan mencolok. Sepertinya tidak ada kebersamaan atau kontak antara kaum clerus, gembala umat yang harus melayani domba-dombanya.
Yang saya lihat sangat berbeda, terutama soal tempat dan sajian makanan. Kaum clerus mestinya mendahulukan umat untuk menikmati, baru para clerus. Pendek kata seperti para gembala menggembalakan dombanya, maka dombanya harus berjalan duluan, baru dibelakangnya adalah gembala.
Tapi dalam situasi ini sangat berbeda. Gembala malah diutamakan, mulai sajian makanan, tempat duduk, dan full pelayanan. Sedang umat hanya di tempat biasa saat duduk dan makan, seperti domba tanpa gembala. Dan yang menyedihkan ada sebagian umat “cari muka” untuk melayani para romo, terlebih uskup yang seperti dewa di mata mereka. Kenapa umat tidak melayani sesama umat?
Yang lucu lagi, romo malah melayani Uskup. Aku tidak tahu, kenapa para romo melakukan hal itu. Mereka cari muka atau melayani dengan tulus? Aku nggak mau memperdebatkan.
Dari peristiwa ini, apakah umat sekarang ini pikirannya tentang pemahaman kitab suci sudah terbalik? Atau mereka gagal paham, cari muka atau yang lainnya?
Hemat saya, marilah melayani Tuhan lewat sesama, biarlah kaum clerus melakukan sesuatu apa adanya. Sebab, mereka punya kaul untuk taat, miskin, dan wadat (tidak menikah). Janganlah menuhankan mereka, sebab mereka sudah janji dan janji harus dijalankan sebagai konsekwensi apa yang telah mereka janjikan.
Jadilah orang beragama yang sadar akan arti bagaimana melayani Tuhan, jangan berkebalikan takut pada manusia tapi berani pada Tuhan. Itulah contoh manusia yang selalu cari muka dalam hal agama. Jangan bangga dekat dengan para romo, Uskup, apalagi Kardinal. Banggalah kalau dekat dengan Tuhan dan melakukan apa yang telah diajarkan-Nya.
Jadilah manusia yang sadar magna beragama, bukalah pikiran seluas cakrawala supaya ajaran Tuhan bisa masuk ke dalam pikiran.
Frans Dan, the man who sold the world.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |