Jejak Karya Misi : Berjuang Sebagai Pelaku Sejarah Gereja Indonesia

27 Juni 2022, 19:16 WIB

LOKAWARTA.COM-Paus Pius XII menyatakan bahwa Vikariat Apostolik Semarang resmi didirikan pada tanggal 25 Juni 1940. Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1940 Bapa Suci mengangkat Rama Albertus Soegijapranata SJ, Pastor Paroki St. Yusuf Bintaran waktu itu, menjadi Vikaris Apostolik Semarang.

Tercatat dalam sejarah bahwa Mgr Albertus Soegijapranata SJ adalah uskup pribumi pertama di Indonesia. Hal ini sungguh membanggakan.
Mengingat situasi yang genting karena berkobarnya Perang Dunia II saat itu, Rama Soegijapranata SJ ditahbiskan menjadi Vikaris Apostolis oleh Mgr. Willekens tanpa bulla dari Bapa Suci.

Pada waktu itu hanya ada telegram dari Sekretariat Kongregrasi Propaganda Fide dari Roma yang ditandatangani Kardinal Montini, bunyinya sangat singkat : “from propaganda semarang erected vicariate stop albert soegij(a)pranata appointed vicar apostolic titular bishop danaba stop you may consecrate without bulls” (dari propaganda [fide] semarang dijadikan vikariat titik albert soegij(a)pranata ditunjuk sebagai vikaris apostolik dengan gelar uskup danaba titik anda dapat melantiknya tanpa menunggu bulla [=surat keputusan/pengangkatan dari Paus]).

Imam Diosesan Pertama
Yang membanggakan lagi, dua tahun setelah menjadi gembala umat Vikariat Apostolik Semarang (kini: Keuskupan Agung Semarang), Mgr Soegijapranata SJ menahbiskan empat imam diosesan pertama tahun 1942. Sebenarnya ada lima orang yang masuk dan dididik pada tahun 1936. Tetapi yang ditahbiskan menjadi imam praja ada empat orang. Mereka adalah buah pendidikan di Seminari Tinggi Santo Paulus.

Seminari tinggi ini adalah seminari tinggi pertama di Indonesia, yang didirikan tanggal 15 Agustus 1936. Sejak awal Seminari Tinggi Santo Paulus mendidik para calon imam diosesan dari berbagai keuskupan. Tahbisan dilaksanakan di Gereja St. Yusup Bintaran, Yogyakarta.

Keempat imam diosesan angkatan pertama itu adalah Rama Aloysius Purwadihardja Pr (imam diosesan untuk Keuskupan Agung Semarang), Rama Hubertus Voogdt Pr (untuk Keuskupan Padang), Rama Simon Lengkong Pr dan Rama Vincensius Lengkong Pr (keduanya untuk Keuskupan Manado).

Rama Aloysius Purwadihardja Pr adalah putra daerah dari Paroki Santa Perawan Maria Bunda Kristus, Wedi, Klaten. Tercatat dalam sejarah UNIO KAS, Rama Aloysius Purwadi Purwodihardja Pr pernah diutus untuk berkarya di Sumatera Selatan tahun 1950-1951. Kemudian pernah juga diutus pada dinas militer tahun 1961-1967. Beliau dimakamkan di kompleks makam kerkof Muntilan.

Jika Anda berziarah ke kerkof Muntilan, Anda bisa berdoa dan berziarah di makamnya. Makamnya ada di dekat makam Rama Richardus Sandjaja Pr. Jika makam (peti) Rama Sandjaja di tembok sebelah kanan, makam (peti) Rama Purwodihardja Pr di tembok sebelah kiri.

Tidak Takut Kesulitan
Di tengah perjalanan sejarah Gereja dan masyarakat Indonesia yang diwarnai berbagai tantangan dan keprihatinan waktu itu, Mgr. P. Willekens SJ sebagai pendiri Seminari Tinggi Santo Paulus sekaligus Vikaris Apostolik Batavia menyampaikan pesan khusus kepada Mgr Soegijapranata SJ : “Apapun yang terjadi, pendidikan imam harus berjalan terus, juga kalau karya-karya gerejani lainnya dilarang dan diambil-alih.”

Pesan visioner itu mengobarkan semangat para pendidik dan para calon imam untuk menyelenggarakan pendidikan imam yang melahirkan imam-imam praja yang sederhana, tangguh dan mencintai pelayanan Gereja.

Rama A. Soenarjo SJ memberikan kesaksian bahwa Sejak tahbisan pertama, rama praja sudah terbiasa dengan bermacam-macam kesulitan yang tidak mengijinkan munculnya rasa takut gagal atau putus asa. Apalagi satu di antara imam-imam itu secara mulia telah mempersembahkan hidup bagi imamat dan bagi imannya.( Romo Y Gunawan Pr, Pastur di Keuskupan Agung Semarang)

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait