SEMARANG,LOKAWARTA.COM-Kampung Batik Semarang adalah wilayah yang terletak di kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, Jawa Tengah. Sejarah dari nama Kampung Batik sudah ada sejak dulu.
Dulu, khususnya di Pulau Jawa, ada kebiasaan dalam menamai daerah di pusat-pusat kekuasaan itu sesuai mata pencaharian penduduk. Sama seperti namanya, daerah ini dihuni masyarakat bermata pencaharian sebagai pengrajin batik dan menjadi pusat batik sampai masa penjajahan Jepang (1942-1945).
Daerah ini memiliki cerita cukup panjang. Sebagai pusat batik yang hadir dari permintaan pasar dan kebutuhan masyarakat, produktivitas Kampung Batik Semarang meningkat sebagai dampak krisis ekonomi akibat Perang Dunia I. Sayangnya, Kampung Batik Semarang harus mengalami masa “jatuh” di masa pemerintahan Jepang. Kampung tersebut menjadi sasaran pembakaran tentara Jepang yang diperparah pertempuran 5 hari di Semarang yang membumihanguskan Kampung Batik hingga peralatan membatik, yang akhirnya melumpuhkan kegiatan produksi batik di wilayah tersebut. Tak berbekas.
Dan baru kemudian, pada akhir 2016, Kampung Batik Semarang melakukan pembangunan dan pembenahan. Saat ini, Kampung Batik Semarang justru beroperasi sebagai tempat wisata dan tempat produksi batik yang diberi nama “Kampung Djadhoel”, artinya Belandja dan Dhoelan-Dhoelan yang diresmikan 29 April 2017.
Luwiyanto, Ketua Pengurus Kampung Djadhoel membagikan cerita terkait inovasi kain batik menjadi berbagai bentuk pakaian di masa kini. Dalam penjelasannya, dia memfokuskan pandangannya pada satu pertanyaan singkat : Bagaimana batik itu bisa membumi? Bagaimana anak-anak muda itu bisa mencintai batik?
Ia mengatakaan, pemeliharaan batik tidak hanya fokus pada penggunaan kain saja oleh generasi muda saat ini. Semua akan menjadi sia-sia apabila para pemangku wilayah atau mereka yang memiliki kepentingan tidak memberdayakan rakyat dan tidak mempedulikan budaya batik tersebut.
Dalam melestarikan batik, menurut Luwiyanto, ada beberapa hal yang menjadi poin penting. Pertama, hadirnya rasa cinta pada individu itu pada batik. Kedua, bagaimana individu itu memiliki rasa ingin tahu pada filosofi dan nilai-nilai yang terkandung dalam batik.
“Dan poin pentingnya adalah menjadikan batik sebagai suatu kebahagiaan bangsa kita sebagai suatu warisan yang menjadi suatu ciri khas dan jati diri kita dari generasi ke generasi,” jelasnya.
Apakah perubahan media pada batik turut merubah nilai atau value yang dikandung dalam kain batik? “Batik itu tidak hanya sekedar kain. Tetapi disitu memuat tentang nilai, tentang filosofi, tentang kesejarahan, bahkan mengandung makna luhur yang dapat diwariskan ke generasi berikutnya.” ucap Luwiyanto.
Ya, media batik di masa kini tidak hanya terbatas pada kain saja. Kayu, gerabah, bahkan ke depan sangat memungkinkan menjadi media untuk seni membatik. Dengan inovasi inovasi ini, batik akan menjadi suatu seni warisan Indonesia berkelanjutan. Dan ke depan, anak-anak muda dapat mewarisi dan melestarikan batik.
Menurut dia, inovasi yang dilahirkan, terutama di media-media baru tempat motif-motif batik ini dilukiskan, tidak menghilangkan jati diri batik yang mengandung filosofi dan makna mendalam sebagai suatu identitas daerah atau bangsa. Ini malah menjadi harapan baik bagi pelestarian batik dari generasi ke generasi agar batik tetap menjadi suatu warisan yang lestari dan dibanggakan.
“Saya berharap generasi saat ini tidak terbatas hanya menggunakan batik saja, tapi perlu mengetahui apa makna dan filosofis yang dikandung tiap goresan motif batik. Dengan begitu, batik tidak akan terlupa oleh generasi muda dan nilai yang dikandung tetap terjaga,” kata Luwiyanto.
Membatik merupakan suatu seni yang pembelajarannya tidak dapat dipaksakan. Luwiyanto menjelaskan, orang membatik merupakan suatu panggilan, melihat bagaimana seni ini memerlukan kesabaran dan tidak semua orang dapat melakukannya, sehingga hanya mereka yang benar-benar terpanggil mampu untuk melakukan seni membatik ini.
“Jangan sampai batik ditinggalkan. Nanti siapa tahu malah diakui negara asing dan setelah itu baru kecewa. Ini kita kan sudah punya identitas negara melalui batik, orang asing saja senang dengan batik, mosok sebagai bangsa Indonesia batik hanya diakui saja dan tidak dicintai. Cintai juga batiknya, lebih baik lagi kalau bisa belajar untuk membuatnya juga, agar batik ini tidak terputus ke generasi selanjutnya.” pesan Luwiyanto terhadap generasi muda terkait pelestarian batik sebagai warisan dan identitas bangsa Indonesia.
Besar harapan kita, batik senantiasa hadir sebagai suatu identitas yang mampu mengikat banyak daerah di Indonesia serta menjadi identitas bangsa Indonesia. Segala inovasi batik yang dihasilkan para generasi muda mampu menjadi solusi agar tetap menjadi suatu hal yang apik serta menarik tanpa menghilangkan makna dan nilai yang terkandung di dalamnya.
Namun tentu, hal tersebut bisa terlaksana apabila generasi muda juga turut mempelajari sejarah, filosofi, makna, hingga nilai yang terkandung pada tiap goresan dan motif batik. Bagaimana dengan kamu?(Margaretha Setiona, mahasiswi Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |