KUR dan Eksistensi UMKM Jateng

7 Agustus 2022, 18:12 WIB

BERBAGAI sektor bisnis mengalami penurunan omset serta menanggung kerugian, bahkan tidak sedikit yang harus gulung tikar dan tidak mampu untuk melanjutkan usahanya akibat terdampak pandemi covid-19. Namun, realitas di lapangan ternyata tidak semua pelaku usaha mengalami dampak buruk akibat pandemi covid-19 ini dan tetap survive serta eksis dengan berbagai kreativitas bisnis yang dijalankan. Pelaku usaha tersebut bergerak dalam sektor bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Meski pelaku UMKM tetap survive dan eksis di masa pandemi covid-19, namun sebagian pelaku UMKM di Jawa Tengah, sebanyak 44.338 pelaku terdampak pandemi (data per September 2021). Diantaranya yang bergerak di sektor usaha makanan dan minuman, terdampak hingga 65,33% atau 28.966 UMKM. Pelaku UMKM sektor perdagangan yang terdampak hingga mencapai 16,40% atau 7.271 UMKM dan 6,93% atau 3.073 UMKM adalah pelaku UMKM sektor jasa, dan lainnya.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan bersama Bank Mandiri Cabang Surakarta baru saja melakukan survai secara acak terhadap pelaku UMKM yang mengakses kredit usaha rakyat (KUR) di bank tersebut. Berikut hasil survai pelaku UMKM yang masih tetap eksis, meski diterjang pamdemi :

Pertama, pelaku UMKM yang masih eksis adakah yang bergerak di bidang craft yaitu pengrajin gitar. Pelaku UMKM pengrajin gitar ini bernama Rasdi yang hanya mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar saja. Namun demikian, dengan semangat kerja keras dan pantang menyerah dia mampu menghasilkan beragam gitar dengan berbagai tingkat kualitas, mulai kelas ekonomis hingga ekslusif.

Selama masa pandemi hingga sampai ini, dia mampu memproduksi 75-10 gitar setiap bulan dengan berbagai macam kualitas dan harga. Jika dituangkan dalam rupiah, omsetnya berkisar antara Rp 25 juta hingga Rp 30 juta dengan jumlah tenaga kerja dua orang. Berkat ketekunan dalam menjalankan usaha, Rasdi mampu membeli rumah untuk keluarga, sekaligus sebagai tempat usaha produksi gitar serta mobil sebagai sarana pendukung untuk distribusi gitar hasil produksinya.

Selanjutnya, pelaku UMKM yang disurvei adalah produsen kerupuk bernama Lolita, seorang lulusan SMA. Dia yang melanjutkan usaha yang dirintis oleh orang tuanya itu sempat mengalami hambatan di awal masa pandemi karena adanya penerapan kebijakan PPKM, namun segera pulih dan normal kembali.

Dengan mengakses permodalan KUR melalui Bank Mandiri, dia mampu mendongkrak omset penjualan kerupuknya hingga Rp 50 juta hingga Rp 75 juta per bulan dengan dukungan 4 tenaga kerja.

Target survei ketiga adalah UMKM yang memproduksi donat. Namanya Wima dengan latar belakang pendidikan tata boga dan memiliki pengalaman bekerja di salah satu hotel di Kota Solo. Pandemi covid-19 membuatnya resign dari pekerjaan dan menguatkan tekad untuk membuat usaha mandiri dengan memproduksi donut di garasi rumah di awal usahanya.

Dalam perjalanan, produksi donatnya diminati konsumen. Ini terbukti dari banyaknya permintaan sejak awal produksi dengan omset di awal usaha hingga mencapai Rp 21 juta per bulan dan dukungan 2 tenaga kerja. Melihat peluang produksi donatnya yang masih terbuka, Wima memberanikan diri meningkatkan produksi dengan mengajukan pembiayaan permodalan KUR melalui Bank Mandiri untuk menambah alat produksi.

Saat ini omset yang dia capai dari hasil produksi donutnya mencapai Rp 60 juta per bulan dengan dukungan 6 tenaga kerja. Informasinya, masih terbuka peluang pasar untuk produksi jajanan selain donat, karena banyak permintaan, seperti onde-onde yang belum dapat dipenuhi Wima.

Keempat adalah pelaku UMKM yang memproduksi helm custom. Dengan mengusung brand “Chamber Custom”, pemilik usaha, Siswo Purnomo mampu memproduksi berbagai macam helm custom yang cocok digunakan para pengendara motor custom. Sebelumnya, Siswo sempat mengenyam pendidikan di universitas negeri di Solo.

Kegemarannya terhadap motor custom mendorong dirinya untuk membuat helm custom agar serasi antara motor custom dengan helm yang digunakan. Karena menurut Siswo, helm yang ada di pasaran kurang cocok digunakan untuk motor custom. Produksi helm “Chamber Custom” ini tidak hanya menjual produknya di dalam negeri saja, melainkan sudah menjangkau hingga pasar luar negeri diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, Abu Dhabi dan Inggris.

Saat ini omset yang dicapai “Chamber Custom” dari hasil produksi helm custom mencapai Rp 40-60 juta per bulan dengan dukungan tenaga kerja 5 orang. Menurut Siswo, masih terbuka peluang pasar untuk hasil produksi helm customnya, baik untuk pasar lokal maupun internasional.

Sinergi antara institusi fiskal di daerah, dalam hal ini Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Tengah dan institusi moneter, dalam hal ini Bank Mandiri sebagai penyalur KUR diharapkan mampu mendorong kinerja sektor riil, yaitu usaha pelaku UMKM semakin maju dan naik kelas, sehingga pada akhirnya nanti dapat terwujud kesejahteraan bagi masyarakat di wilayah Provinsi Jawa Tengah. (Dr Suparjito, Analis Pembinaan Pelaksanaan Anggaran IIC Senior pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jawa Tengah, dosen praktisi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret)

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait