Memenuhi Tuntutan Global, Kriya harus Bertransformasi dari Karya Tradisional Menjadi Karya Kontemporer

17 November 2024, 06:56 WIB

SOLO,LOKAWARTA.COM-Prodi Kriya ISI Surakarta dan Forum Komunikasi Mahasiswa Jurusan / FKMJ KRISSO kembali menggelar Full Moon Discuss, sebuah forum diskusi bagi mahasiswa untuk mengasah intelektual, Jumat (15/11/2025)

Acara FULL MOON yang kali ini mengusung tema “Kriya: Artwork & Bisnis Di Era Global” dihadiri sekitar 250 mahasiswa Prodi Kriya ISI Solo, para alumnus dan beberapa dosen kriya dari ISI Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tiga nara sumber dihadirkan dalam diskusi malam bulan purnama itu l. Yakni, Agus Sriyono (Ketua Askrina, Kurator Undagi), Nur Rohmad (Ketua Undagi, penemu batik cap limbah kertas), dan Misbakhlul Munir (sekretaris Undagi, pengusaha kriya).

Dalam paparannya, Agus Suyono lebih banyak menyikapi peran karya seni terhadap ekonomi global. Ia mengatakan, perkembangan kriya atau kerajinan tangan harus terus bertransformasi dari karya tradisional menjadi karya kontemporer dan kreatif.

“Sehingga harus ada penekanan pada konsep kriya yang tidak hanya sebagai produk seni, tetapi juga sebagai industri yang terkonsep, populer, dan alternatif,” tandas Agus Sriyono.

Karena itu, lanjut dia, pentingnya menggali dan mengkreasikan warisan budaya tradisional untuk menciptakan karya seni kriya yang relevan dan berkelanjutan, yang tidak hanya sekadar mengulang masa lalu, tetapi mengembangkan kreativitas untuk masa depan dan mengungkapkan perspektifnya tentang kriya hadir secara peka zaman.

IMG 20241117 064551

Sementara itu, Misbahul Munir berbicara produk kriya dari sudut pandang bisnis ekspor. Menurut dia, pentingnya mengikuti tren global dalam bisnis ekspor kriya dapat memberikan kecenderungan selera pasar yang dapat mempengaruhi desain produk. Tren tidak hanya mengikuti preferensi alami konsumen, tetapi sering kali diciptakan oleh perusahaan besar yang memantau perilaku pasar di dunia.

“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus memperbarui desain agar tetap relevan dengan tren yang ada. Misalnya, membuat warna baru yang bisa berubah mengikuti musim, serta tren desain yang mengikuti perkembangan di industri fashion,” kata Misbahul Munir.

Bisnis kriya, kata dia selanjutnya, adalah bisnis yang sangat bergantung pada kreativitas. Untuk bersaing di pasar internasional, produsen harus mampu berinovasi dan mengikuti perkembangan tren global. Kualitas produk, pemahaman terhadap regulasi pasar, dan strategi pemasaran yang tepat akan sangat mempengaruhi keberhasilan di pasar ekspor, dengan memadukan desain yang menarik, bahan baku yang tepat, dan efisiensi dalam produksi serta pengemasan, peluang untuk sukses di pasar global semakin terbuka lebar.

Narasumber ketiga Nur Rohmad berbicara seputar proses kreatif penciptaan batik cap menggunakan limbah kertas. Menurut dia, pentingnya menciptakan medium baru dalam seni batik. Berkat keseriusannya, dia dapat menembus riset 4 kali yang dibiayai oleh Dana Indonesiana.

Dalam kesempatan itu, Nur Rohmad, juga mensosialisasikan Perhelatan Pameran Besar Kriya Undagi 2025, tanggal 18-28 Januari 2025 di Gallery RJ Katamsi Yogyakarta. Selama persiapan, Tim Undagi-Askrina (Asosiasi Kriyawan Republik Indonesia) telah bertandang ke beberapa daerah untuk memperkuat jaringan komunitas seni kriya, di antaranya adalah Pekalongan dan Jepara dalam rangkaian kegiatan kuratorial.

“Selain secara langsung bertandang, Tim Undagi-Askrina juga memperkuat jaringan komunitas di Bandung, Jakarta, Padang, Bali dan beberapa daerah lainnya,” tandas Nur Rohmad.

IMG 20241117 064607

Kaprodi Kriya ISI Surakarta Dr Aries BM mengatakan, kehadiran ketiga narasumber dalam diskusi selain bertujuan untuk memperkuat jaringan komunitas seni kriya juga sosialisasi tentang Pameran UNDAGI 2025, Bagaimanapun, kata dia, seni kriya yang telah melekat dalam kehidupan, seharusnya lestari dan terus berkembang sesuai perjalanan waktu, karena seni kriya telah menjadi kekuatan peradaban.

Nah, pertanyaannya sekarang, bagaimana dunia seni kriya menghadapi era global tersebut? Mampukah seni kriya memanfaatkan peluang di tengah gemuruhnya arus informasi di era global? Bagaimana kriyawan memanfaatkan teknologi untuk menghadapi arus informasi dan sistem ekonomi digital? dan banyak pertanyaan yang mesti dijawab.

Dr Arif Suharsono dan Dr Sugeng Wardoyo (Kaprodi Kriya ISI Yogyakarta) yang hadir di forum menilai, acara diskusi seperti halnya  “Fullmoon Discuss“ ISI Solo sangat menarik dan penting untuk sesering mungkin dilakukan.

“Ini akan mengasah cakrawala intelektualitas sehingga dapat lebih menguatkan proses kreatif dan pengembangannya bagi bekal kompetensi para mahasiswa,” katanya.

Dr Sumarno, Kaprodi Desain Produk Industri ISI Solo yang juga hadir dalam forum diskusi mengungkapkan, materi yang disampaikan para narasumber dapat memantik semangat baru dalam berkarya dan mengembangkan industri kriya di kalangan mahasiswa.

“Karya-karya masterpiece dapat segera diciptakan sebagai media publikasi diri para mahasiswa di pameran Undagi. “Dengan kemampuan dan ketekunan yang dimiliki para mahasiswa, kriya berpeluang besar dapat menjadi eksportir sejak masa kuliah,” tandasnya.(*)

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait