Menderita tapi Bahagia

22 November 2023, 08:07 WIB

ELISABETH adalah puteri raja di kastil Kerajaan Hungaria. Ia dinikahkan dengan Raja Louis dan hidup dalam kemuliaan. Namun ia tidak silau oleh kemewahan dunia. Hatinya baik kepada rakyat yang miskin dan sengsara.

Waktu Raja Louis wafat karena berperang, Elisabeth mengalami cobaan berat. Apalagi keluarga istana tidak menyukai karena jiwa sosialnya. Ia diusir dari istana dan hidup menjadi orang miskin.

Namun Elisabeth dari Hungaria itu justru menemukan kebahagiaan, sebab bisa mempraktikkan semangat Santo Fransiskus Asissi yang diidolakan.

Ia menerima penderitaan sebagaimana ia menerima kebahagiaan. Ia menghayati nilai-nilai Santo Fransiskus dengan mengikuti teladan orang suci itu. Ia menemukan kebahagiaan dengan melepaskan keningratannya.

Harta warisan dia sumbangkan untuk menolong orang-orang sakit dan miskin. Ia mendirikan rumah sakit bagi mereka yang terlantar, miskin dan korban perang.

Yesus memberi contoh bagaimana kita harus menyiapkan datangnya Anak Manusia. Yang pertama dari peristiwa air bah. Nuh mengikuti sabda Tuhan untuk menyiapkan bahtera. Setia pada sabda Tuhan itulah teladan dari Nuh.

Sebaliknya istri Lot tidak mau mendengarkan perintah Tuhan. Ia dilarang menoleh ke belakang karena Tuhan mengirim api belerang untuk menghancurkan Sodom dan Gomora.

Isteri Lot merasa sayang akan harta bendanya yang ditinggalkan. Ia tidak rela meninggalkan hartanya. Ia kehilangan semuanya dan bahkan menjadi tugu garam.

Menghadapi kedatangan Anak Manusia, kita mesti siap siaga. Walau kehidupan kita tetap berjalan seperti biasa; makan-minum, membeli menjual, menanam dan membangun dan bekerja secara rutin, tetapi kita diminta setia kepada kehendak Tuhan.

Dalam kehidupan sehari haria, Nuh tetap bekerja. Tetapi dia juga mendengarkan perintah Tuhan. Walau ia tidak tahu apa yang akan terjadi, namun Nuh setia melaksanakan perintah Tuhan. Akhirnya ia dan seluruh keluarganya selamat.

Seperti Santa Elisabeth, ia menerima penderitaan dengan “legawa”.
Ditinggal mati suaminya, diusir dari istana, hidup menjadi orang miskin.

Ia tetap percaya pada Tuhan. Ia tetap berbuat baik bagi para penderita, orang miskin. Ia tidak kehilangan kebahagiaan. Justru ia menemukan Kristus Sang Sumber Hidup Sejati.

Apalah arti memiliki segalanya,
Jika jiwa merana dan hati sepi.
Siapa yang rela kehilangan hidupnya,
Ia akan menemukan hidup yang sejati.

Cawas, bahagia itu ketika kita ikhlas memberi

Puncta 17.11.23
Stephanus Istoto Raharjo Pr

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait