MERPATI adalah binatang monogami. Sekali berpasangan, ia akan selamanya bersama sampai mati. Mereka bekerjasama saat mengerami telur.
Jika betina mengerami, si jantan akan mencari makan. Begitu sebaliknya sampai anaknya menetas. Maka ada ungkapan, ”Merpati tak pernah ingkar janji.”
Yusuf menghadapi situasi yang sulit. Maria, tunangannya sudah mengandung sebelum hidup bersama dengannya. Ia galau, ragu dan bimbang, apakah mau meneruskan hubungan atau meninggalkannya.
Menerima Maria yang sudah mengandung adalah suatu hal yang sulit dipahami.
Sebagai laki-laki normal, pasti Yusuf kecewa, marah, jengkel dan bingung. Namun ia masih berpikir jernih dan tenang, tidak mau merugikan Maria.
Ia tidak mengumbar atau melaporkan peristiwa itu kepada orang banyak. Ia tidak ingin mencemarkan Maria di muka umum.
Maka ia berencana meninggalkan Maria dengan diam-diam.
Meninggalkan Maria dengan diam-diam mungkin adalah keputusan terbaik baginya. Kalau dia menceritakan kondisi Maria di depan umum, bisa jadi Maria dihukum dengan dilempar batu.
Yusuf adalah pribadi yang tulus hati. Ia berpikir demi kebaikan Maria, bukan demi kepuasan diri sendiri.
Segala keputusannya dipertimbangkan baik-baik.
Ketika sedang mempertimbangkan itu, Yusuf mendapat peneguhan dari malaikat dalam mimpinya. “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab Anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.”
Peristiwa itu dihayati sebagai kebenaran ilahi oleh Yusuf. Itu adalah kehendak Allah. Maka sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya.
Itulah ketaatan seorang Yusuf. Segera sesudah bangun, ia langsung berbuat tanpa menunda-nunda waktu.
Kesediaan Yusuf menerima Maria adalah tindakan seorang yang tulus hati untuk menolong Maria, sekaligus ketaatan kepada kehendak Allah yang sepenuhnya belum bisa dipahami.
Iman memang sebuah misteri, yang tidak mungkin kita pahami sepenuhnya. Hanya butuh sebuah ketaatan mutlak kepada kehendak Allah.
Dalam hal ini Yusuf memberi contoh kepada kita ketaatan iman kepada kehendak Tuhan. Tanpa menoleh ke belakang lagi, ia maju mengambil Maria sebagai istrinya. Tanpa ragu-ragu, ia segera melakukan apa yang diperintahkan Tuhan.
Pernahkah kita memiliki iman seperti Yusuf itu?
Berani mengambil resiko untuk bertanggungjawab demi kebaikan orang yang telah merugikan kita?
Mau memikirkan kebaikan orang lain di atas kepentingan sendiri?
Yusuf punya ketulusan hati tingkat dewa. Dia tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi berbuat demi kebaikan banyak orang. Ia rela berkorban demi kehendak Allah terpenuhi dalam diri Maria.
Yusuf menjadi teladan ketulusan hati dan ketaatan tanpa reserve kepada Tuhan. Apakah kita mau mengikuti teladan Bapa Yusuf ini kendati kita harus siap menderita?
Ke Rawa Jombor melihat bulus,
Bulusnya putih ditutupi kain.
Kalau kita punya hati yang tulus,
Kita rela berkorban bagi orang lain.
Cawas, bertindak dengan tulus hati
Puncta 18.12.23
Alexander Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |