Puncta 09.09.22
Jum’at Biasa XXIII
Lukas 6: 39-42
RADEN Mas Said atau Mangkunegara I, selain Adipati di Mangkunegaran Surakarta, juga seorang pujangga terkenal.
Pangeran sambernyawa itu pernah memberi nasehat bijak, agar orang bersikap rendah hati.
Ada tiga wejangan tingkat tinggi yang bisa direnungkan. “Mulat sarira lan bisa rumangsa. Ambunen sikutmu dhewe dan Ngiloa githokmu dhewe.”
“Mulat sarira” itu artinya orang bisa instrospeksi diri. Kita diajak untuk melihat kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
“Bisa rumangsa” artinya sadar diri, mampu menjajagi dirinya sendiri, tidak menyombongkan diri. Orang bisa bersikap rendah hati.
“Ambunen sikutmu dhewe” artinya ciumlah sikumu sendiri. Hal yang sulit dilakukan.
“Ngiloa githokmu dhewe” Ngilo artinya bercermin. Githok artinya tengkuk, leher belakang. Kalimat itu berarti bercerminlah lewat tengkukmu sendiri.
Dua hal terakhir ini secara harafiah mustahil dilakukan. Coba saja anda mencium siku sendiri.
Maksud yang terkandung di dalamnya adalah melihat kesalahan sendiri itu sulit, lebih mudah melihat kesalahan orang lain.
Yesus menasehatkan kita agar mengeluarkan lebih dahulu balok di mata kita. Baru kemudian akan jelas selumbar di mata orang lain.
Begitu juga nasehat Sri Mangkunegara itu bertujuan mengajak orang introspeksi diri lebih dahulu. Mulat sarira dan bisa rumangsa. “Aja rumangsa bisa” (Jangan merasa bisa).
Kalau ada orang dinasehati, “mbok ngilo githoke dewe” itu artinya lihatlah dirimu sendiri, apakah tindakan dan sikapmu sudah benar.
Jangan suka menyalahkan atau menghakimi orang lain. Bercerminlah pada diri sendiri sebelum menilai orang lain.
ADA pepatah mengatakan “Gajah di pelupuk mata tiada tampak, jarum di seberang lautan tampak.”
Kiranya pepatah ini sama dengan yang dikatakan Yesus, “Mengapa engkau melihat selumbar dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kauketahui?”
Kita amat mudah melihat kekurangan orang lain. Tetapi kesalahan sendiri tak pernah kita lihat Memang manusia punya sifat negatif yaitu egois.
Kata “aku” lebih sering diucapkan daripada “kita” atau “anda”. Aku adalah yang paling benar. Sedangkan anda, kamu adalah pihak yang sering disalahkan.
Kesalahan orang lain sekecil apapun mudah sekali tampak. Apalagi kalau dibumbui dengan rasa benci, iri dan cemburu.
Tak ada sesuatu pun yang benar dilakukan oleh orang lain. Kalau orang lain melakukan kebaikan, tetap dilihat sebagai pencitraan, mencari muka.
Sabda Yesus yang bertanya kepada orang-orang munafik rasanya selaras dengan ajaran Sri Mangkunegara di atas.
Yesus berkata, “Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Hai orang munafik, keluarkan dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Marilah kita melihat diri kita sendiri lebih dahulu sebelum melihat kekurangan atau kejelekan orang lain. “Ngiloa githokmu dhewe.”
Awan putih di puncak Merapi
Laksana pernik-pernik bunga melati
Belajar sabar dan rendah hati
Dengan bercermin pada diri sendiri
Cawas, belajar ngilo githoke dewe….
RD A Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |