UNTUK mengenang perjuangan para pahlawan, Pemerintah Republik Indonesia mengabadikan nama-nama pahlawan sebagai nama jalan, nama lembaga, nama bangunan ikonik, mata uang, dan lain sebagainya.
Salah satunya Pangeran Diponegoro yang berjuang mengusir penjajah. Lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, Bendoro Raden Mas Ontowiryo yang mengubah namanya sebagai Pangeran Diponegoro menjadi terkenal karena memimpin gerilya melawan pasukan penjajah.
Seperti diketahui, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan pada 1825-1830 bukan tanpa alasan. Beberapa sejarawan Belanda menyebut, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan dikarenakan merasa sakit hati akibat tidak diangkat menjadi sultan. Akan tetapi, sumber lain mengatakan, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan karena ada pembongkaran pesantren di Tegalrejo yang akan dibangun perlintasan kereta api.
Sejarah Singkat Museum Mandala Bhakti
Berdasarkan kisah perjalanan hidup Pangeran Diponegoro inilah, untuk mengedukasi masyarakat tentang asal-usul TNI Angkatan Darat, yang dapat ditelusuri kembali ke Perang Diponegoro, yang juga dikenal sebagai Perang Jawa, pemerintah mendirikan Museum Mandala Bhakti di Kota Semarang. Tepatnya di Jalan Mgr Soegijapranata Nomor 1 Kecamatan Semarang Selatan.
Museum ini sangat strategis, tepat di seberang gedung Lawang Sewu dan di depan Tugu Muda Semarang. Museum Mandala Bhakti menyimpan sejumlah artefak yang tak ternilai harganya dari era kolonial, serta arsip dan dokumen penting yang mendokumentasikan sejarah Angkatan Darat Indonesia.
Luas keseluruhan Museum Mandala Bhakti 12.000 meter persegi dan luas bangunan 6.000 meter persegi. Arsitek I Kuhr E dan van Leeuwen awalnya bermaksud agar Museum Mandala Bhakti berfungsi sebagai Pengadilan Tinggi Belanda atau Raad van Justitie untuk orang Eropa di Semarang ketika mereka membangun tahun 1906. Bangunan Museum Mandala Bhakti memiliki kemiripan dengan Lawang Sewu, bangunan lain yang dibangun pada masa kolonial Belanda, dalam hal gaya. Ini bukanlah hal yang tak terduga.
Saat zaman pendudukan Jepang, tepatnya saat Perang Pasifik 1942, Jepang mengambil alih gedung Mandala Bhakti dari tangan pemuda Indonesia yang kemudian digunakan sebagai Markas Polisi Militer Tentara Jepang. Berkat kegigihan dan semangat juang yang dimiliki para pemuda Indonesia, akhirnya mereka berhasil merebut kembali gedung yang kemudian digunakan sebagai Gedung Pemuda Juang.
Ketika Komando Pertahanan Daerah II Kodam IV/Diponegoro beroperasi pada tahun 1950, Museum Mandala Bhakti menjadi markas besar. Kantor tersebut kemudian dipindahkan ke Banyumanik, Semarang, di Jalan Perintis Kemerdekaan. Museum Mandala Bhakti Kodam IV/Diponegoro secara resmi didirikan pada Maret 1985 saat bangunan tersebut secara resmi diubah menjadi museum.
Gambaran Museum Mandala Bhakti
Dari luar Museum Mandala Bhakti ini terlihat sangat gagah, dengan gedung bertingkat dua berwarna putih bersih dan satu bintang emas menempel tepat di tengah gedung. Peninggalan yang direkonstruksi dalam museum ini adalah berbagai benda yang dipajang oleh museum yang berfungsi sebagai visual pengunjung, seperti replika, diorama, patung, lukisan, dan mural.
Para pengunjung yang berkunjung ke Museum Mandala Bhakti tidak akan bisa berpaling dari mural raksasa yang menceritakan kisah Pangeran Diponegoro, mulai dari beliau lahir sampai ditangkap pasukan Belanda. Mural ini menghiasi lantai satu, anak tangga menuju lantai 2, dan dinding lantai 2 dekat anak tangga. Mural tersebut diperkirakan menempati 50% bangunan Museum Mandala Bhakti. Mural ini sengaja dibuat sebagai bentuk penghormatan untuk Pangeran Diponegoro yang merupakan sosok panutan dari Kodam IV Diponegoro.
Selain mural, ada juga berbagai barang yang digunakan Pangeran Diponegoro pada saat berjuang melawan penjajah yang ada di Museum Mandala Bhakti ini, seperti pakaian, replika rumah, dan bahkan berbagai macam jenis senjata yang digunakan dalam peperangan, seperti senjata tradisional dan senjata modern.
Ada juga rekonstruksi Gua Selarong yang merupakan tempat persembunyian Pangeran Diponegoro dan pasukannya. Saat memasuki replika Gua Selarong ini, pengunjung museum akan terpesona dengan stalaktit dan stalagmitnya, karena dibuat sedemikian rupa agar terlihat seperti gua sebenarnya.
Di Museum Mandala Bhakti ini juga menyediakan ruang audio visual dan ruang kostum. Para pengunjung dapat menyaksikan secara lebih detail bagaimana perjuangan Pangeran Diponegoro melalui tayangan video yang berada di ruang audio visual lantai 2. Selain itu, ada ruang kostum yang berisi beberapa pakaian tentara Belanda dan pakaian pasukan perang Pangeran Diponegoro yang berada di lantai 2.
Museum Mandala Bhakti ini memiliki gaya arsitektur yang menarik dengan adanya perpaduan gaya kolonial dan gaya modern. Gaya kolonial pada museum ini adalah adanya fasade berbentuk jendela dan lubang angin yang berulang, khas bangunan kolonial yang awalnya merupakan Pengadilan Tinggi Bangsa Eropa.
Selain itu, museum ini juga menggunakan atap limasan yang menjadi ciri khas bangunan tradisional Indonesia. Sedangkan dalam gaya modern, museum ini memiliki balkon di lantai 2 untuk memberikan kesan luas dan terbuka. Arsitektur inilah yang merupakan bukti nyata adanya akulturasi budaya antara Jawa dan Belanda, dapat dilihat dari elemen-elemen arsitektur yang ada di dalam museum.
Museum Mandala Bhakti buka setiap hari, dari pukul 08.00 WIB hingga 15.30 WIB. Museum ini tidak dipungut biaya tiket masuk, akan tetapi pengunjung hanya membayar sebesar Rp 5.000,00 untuk biaya perawatan museum. Akses transportasi untuk menuju museum juga tergolong mudah, dapat menggunakan Trans Semarang atau menggunakan kendaraan pribadi.
Koleksi Museum
Beberapa koleksi yang ada di Museum Mandala Bhakti sebagai berikut :
- Senjata tradisional seperti bambu runcing, keris, anak panah, golok, pisau, dan lainnya.
- Senjata modern meliputi pistol, senjata pinggang, senjata bahu, serta senjata mesin ringan yang digunakan oleh penjajah Belanda, Inggris, dan Jepang.
- Senjata rakitan sendiri berupa pistol dan senapan yang masih bersifat sederhana.
- Senjata berat seperti panser, meriam gunung, penangkis serangan udara, dan jenis senjata berat lainnya.
- Berbagai macam alat komunikasi.
- Minirama peristiwa Pemberontakan Komunis di Madiun tahun 1948 serta G 30 S/PKI.
- Panji-panji Kodam, Seragam ABRI, Tanda Pangkat, dan Tanda Penghargaan.
- Dokumentasi peristiwa perjuangan serta lukisan.
- Perpustakaan sejarah.
Nah, dengan memperhatikan aspek konservasi, seperti mempertahankan bangunan lama dan mendesain bangunan baru yang kontekstual dengan bangunan lama, Museum Mandala Bhakti berkembang sesuai dengan peraturan, standar, preseden, dan analisis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke museum. Agar bangunan dapat diakses oleh semua kalangan, pengembangan ini juga mempertimbangkan prinsip-prinsip desain universal.
Secara keseluruhan, Museum Mandala Bhakti berfungsi sebagai tempat belajar tentang sejarah Indonesia dan menghormati perjuangan rakyat dalam meraih kemerdekaan. Selain itu, Museum Mandala Bhakti diharapkan dapat menjadi salah satu ikon wisata sejarah yang penting di Indonesia. Melalui kunjungan ke museum ini, masyarakat dapat lebih memahami dan menghargai sejarah perjuangan TNI, serta mengambil pelajaran berharga untuk masa depan.
Dengan demikian, Museum Mandala Bhakti tidak hanya berfungsi sebagai arsip artefak sejarah, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan inspirasi bagi para generasi muda, serta menjadi salah satu destinasi penting bagi mereka yang ingin memahami lebih dalam tentang perjalanan sejarah Indonesia. (Rizki Nur Fadhilah, mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang).
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |