Never Onward, No Retreat

19 September 2024, 07:47 WIB

SEBAGAI anak ideologis Bung Karno yang konsisten sejak muda, tentu merasa lega atas dihapusnya TAP MPRS No. 33/ MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
Artinya Sang Proklamator RI tersebut tidak pernah mengkhianati negara dan sekaligus memulihkan nama baik Bung Karno dari tudingan pengkhianat negara.

Secara resmi surat pencabutan telah diterimakan pada keluarga besar Soekarno di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024).

Namun menurut pendapat saya, keputusan sangat penting dan bernilai bagi Indonesia itu sesungguhnya memakan waktu terlampau lama.
Dibutuhkan waktu untuk memproses selama lebih dari setengah abad ( 57 tahun) dan dibawah lima orang Presiden.

Itupun melalui jalan ” mlipir” (Bahasa Jawa, memutar), inilah jalan panjang yang cukup melelahkan :

*) Tahun 2012, Presiden RI ke 6 Susilo Bambang Yudoyono, melalui Keputusan Presiden No. 83/TK/ 2012 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno, atas dasar pertimbangan beliau merupakan putra terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.

*) Tahun 2016, Presiden RI ke 7 Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945 sebagai pengakuan bahwa Bung Karno adalah penggali Pancasila.

*) Tahun 2022, saat menyampaikan pidato kenegaraan di Istana Merdeka tanggal 7 November 2022, Presiden Jokowi menegaskan, dengan telah diterimanya gelar Pahlawan Nasional, maka beliau dinyatakan setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa serta negara, sebagai syarat penganugerahan gelar kepahlawanan.

Bagi bangsa yang menghargai pahlawannya tentu tidak berlebihan apabila perasaan dan syukur tak terhingga tidak hanya dirasakan oleh keluarga besar Bung Karno melainkan juga semua rakyat yang mencintai pembebas bangsanya.

Kadang terasa ironis juga, mengapa pada saat Nu Mega menjadi Presiden ke 5, hal-hal yamg menyangkut pembersihan nama bapak-nya tidak ditempuh.

Kalau kita mau jujur, justru masih banyak peristiwa tragis yang melanda kelompok nasionalis yang tidak terselesaikan sampai hari ini. Sebut saja Peristiwa Kudatuli, penculikan mahasiswa, beberapa kekerasan di banyak tempat, dan lain sebagainya.

Sesungguhnya itu kebesaran jiwa mbak Mega, yang sama sekali tidak mementingkan keluarga maupun kader, tetapi lebih menjaga keutuhan bangsa.

Saya menduga, pada saat beliau menjadi presiden, kondisi belum sepenuhnya kondusif dan stabil.
Masih saja ada pro dan kontra yang berseliweran di panggung politik yang kerapkali menghambat kedewasaan kita sebagai bangsa.

Sejak Bung Karno dikucilkan dari panggung sejarah bangsa, banyak cerita “miring” yang beredar di masyarakat, sehingga ada kegamangan untuk bersikap positif terhadap Bung Karno, bapak Bangsa yang seharusnya dihormati setiap warga negara.

Setiap kali memasuki bulan September, bisa dipastikan stigma kelam yang saya istilahkan dengan “Black September” menggayuti banyak orang, mulai dari yang tua sampai generasi muda. Terutama bagi yg tidak mendalami sejarah.

Rasa curiga kadang-kadang masih terasa, apalagi yang ditujukan pada para nasionalis, Soekarnois, Marhaenis.dan kaum “abangan” nyaris tak terhindarkan.

Bagi mereka yamg kurang punya nyali dan percaya diri, tentu saja berpengaruh pada interaksi sosialnya dengan kelompok masyarakat lainnya.

Upaya mendiskreditkan masih saja berlangsung, dengan sikap sinis sering nampak di permukaan menyebabkan kelompok penganut ideologi ajaran Bung Karno kurang bisa tampil secara all out (malu-malu, ragu-ragu, maupun.kurang PD ).

Sekarang sudah saatnya kita bangkit untuk mengharumkan nama Bung Karno dan menyebarkan ajaran ajarannya yang masih relevan dengan masa kini ke seluruh persada Nusantara.

Bentengi Indonesia dari anasir asing yang ingin memecah belah ataupun faham internasional yg mendewakan faham kekerasan.

“Never onward , no retreat”.
Kita adalah pejuang bukan pecundang, kibarkan Sang Saka Merah Putih setinggi-tingginya, mantapkan nasionalisme dan teriakkan keras-keras salam juang menembus langit ketujuh…….

MERDEKA🇮🇩🇮🇩🇮🇩
Semarang, 18 September 024
Oeoel Djoko Santoso

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait