Manisnya Gula…

3 Juni 2024, 15:16 WIB

Puncta 03.06.2024
DALAM peperangan melawan Prabu Tremboko dari Pringgodani, Pandu terkena keris “Kalanadhah.” Sebelum wafat Pandu menitipkan kerajaan Astina kepada Destarastra kakaknya, dengan pesan, setelah Pandawa dewasa, kerajaan harus dikembalikan kepada keturunan Pandu, yakni Pandawa.

Pepatah Jawa mengatakan, “bareng wis ngrasakke manising gula banjur emoh nglepeh,” artinya setelah enak merasakan nikmatnya kuasa lalu lupa melepaskannya.

Destarastra dan Kurawa, anak-anaknya terlanjur enak berkuasa di Astina, sehingga mereka lupa bahwa kerajaan itu hanya titipan.

Berkali-kali Pandawa mengirim utusan agar kerajaan dikembalikan. Pertama, Kunti menjadi utusan ke Astina, namun gagal. Kedua, Prabu Drupada juga diutus namun ditolak.

Terakhir Kresna diutus untuk meminta kembalinya Astina ke tangan Pandawa. Akhirnya Pandawa sendiri harus datang berperang menghadapi Kurawa karena mereka tidak mau mengembalikan Astina ke tangan pemiliknya.

Yesus menggunakan perumpamaan untuk menyadarkan para imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang “mbeguguk makutha waton.” Mereka tidak mau percaya dan menolak para nabi dan utusan Allah.

Para utusan itu ada yang dipukul, dianiaya, bahkan ada yang dibunuh oleh para penggarap. Mereka berkata, “Dia itulah ahli waris! Mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita.” Mereka menangkap dan membunuh dia, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur.

Yesus bertanya kepada mereka, “Sekarang apa yang akan dilakukan oleh pemilik kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap kebun anggur itu lalu mempercayakan kebun anggurnya kepada orang-orang lain.

Kita semua bisa merenungkan bahwa hidup ini hanyalah titipan. Kita harus mengembalikan kepada pemiliknya yaitu Tuhan. Maka kita harus bertanggungjawab dan bisa dipercaya oleh Sang Pemilik Kehidupan.

Tuhan selalu mengutus orang-orang untuk mengingatkan kita, agar kita mengolah hidup dengan baik dan menghasilkan buah. Namun yang terjadi kita tidak menggubris dan menolak utusan-utusan Tuhan itu.

Bahkan Yesus, Putera-Nya sendiri pun kita tolak dan kita buang karena kesombongan dan keangkuhan kita. Lalu apa yang akan dibuat oleh Sang Empunya Kehidupan jika kita tidak mentaati para Utusan-Nya itu?

Kita ini seperti penggarap kebun anggur. Kita bukan pemilik dan harus siap mempertanggungjawabkan kepada yang punya. Sudah siapkah kita jika dipanggil untuk mempertanggungjawabkan?

Ke Thailand bisa lihat gajah,
Yang pandai main sepak bola.
Hidup hanyalah titipan Allah,
Kita harus siap mengembalikannya.

Cawas, jadilah penggarap yang baik
Alexander Joko Purwanto Pr

Editor:Pilih Nama Editor
Sumber:sesawi.net

Artikel Terkait