Puncta 06.02.24
KEBIASAAN mencuci tangan sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Tangan adalah bagian tubuh yang mudah terkena kotoran. Tangan juga mudah tertempel kuman atau bakteri karena dengan tangan kita banyak beraktivitas.
Maka mencuci tangan itu menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan. Saking pentingnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan hari peringatan untuk mencuci tangan yakni tanggal 15 oktober.
Tidak hanya kaum Farisi saja yang sangat ketat menjaga adat istiadat mencuci tangan, hampir semua kaum di bumi membiasakan diri untuk selalu mencuci tangan.
Hanya sayangnya kaum Farisi terjebak pada aturan-aturan kaku dan membelenggu.
Dengan aturan itu mereka suka menghakimi dan menajiskan orang lain. Mereka seolah menjadi polisi yang mengawasi perilaku orang dan berhak menghukum mereka yang tidak melaksanakan adat istiadat.
Dari cara pandang itu muncul dikotomi dalam pikiran dan sikap mereka yakni tentang benar-salah, najis-suci, kafir-saleh. Hal inilah yang kemudian menimbulkan masalah di tengah-tengah umat.
Kaum Farisi mudah menyalahkan, menghakimi dan menghukum orang yang tidak melaksanakan adat istiadat nenek moyang. Diskusi inilah yang sering menjadi perdebatan antara Kaum Farisi dan Yesus.
Salah satunya yang kita baca dalam perikope ini. Kaum Farisi mengawasi murid-murid Yesus yang makan dengan tangan najis karena tidak membasuh tangan sebelumnya.
Kaum Farisi berpegang pada aturan adat istiadat ketetapan manusia. Tidak kurang ada sembilan aturan membasuh tangan dalam tradisi yang mereka pegang.
Betapa gelisahnya mereka ketika ada orang yang menyeleweng dari adat istiadat. Orang-orang yang sok suci itu sangat “scruple” kalau ada orang melanggar aturan. Orang lebih berdosa melanggar adat istiadat daripada hukum ketetapan Tuhan.
Yesus mengkritik kemunafikan mereka. “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku. Percuma mereka beribadat kepada-Ku, sebab ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia,” kata Yesus.
Belajar dari perikope ini kita diajak untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Jangan merasa diri paling suci dan benar. Sedikit sedikit mengkafirkan orang. Kita ini bukan Tuhan. Hanya Tuhan yang berhak menilai perbuatan kita.
Lebih baiklah jikalau kita berkaca pada diri kita sendiri. Sudah sempurnakah saya sampai berani menilai dan menghakimi orang lain sesama kita?
Ke Pasar Klewer membeli secarik kain,
Untuk menambal baju yang sudah lama.
Kalau kita mudah menghakimi orang lain,
Apakah hidup kita sudah paling sempurna?
Cawas, jangan mudah menghakimi orang
Alexander Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |