Puncta 03.10.22
MENURUT paham Yahudi, yang disebut sesama hanyalah mereka yang sebangsa, sepaham, seagama atau segolongan dengan mereka. Kitab Imamat 19;18 mendukung pemahaman ini.
Malah, mungkin ada orang Yahudi yang merasa bahwa mereka tidak perlu bergaul dengan orang dari golongan lain. Jadi, ahli Taurat mau mencobai Yesus dengan mengajukan masalah ini.
Fanatisme kelompok sangat ditekankan. Mereka hanya mau menolong orang yang sealiran atau seagama mereka. Kalau tidak sealiran tidak perlu ditolong, bahkan halal dijarah hartanya.
Yesus mengoreksi pendapat yang keliru ini dengan menceritakan tentang orang Samaria yang baik hati.
Ada orang yang dirampok habis-habisan di tengah jalan dan hampir mati. Lalu ada seorang imam yang lewat di jalan itu. Dia melihat orang yang dirampok itu tetapi tidak menolong.
Kemudian lewat juga seorang Lewi, namun ia juga tidak menolong. Imam dan Lewi adalah kelompok Yahudi saleh yang paham betul tentang hukum dan aturan dalam Taurat.
Justru orang-orang saleh seperti itu tidak melakukan apa-apa.
Lalu lewatlah orang Samaria. Ia tergerak oleh belas kasihan dan menolong orang itu. Orang Samaria yang dianggap orang kafir itu menolong dengan tidak tanggung-tanggung.
”Orang itu mendekati si sakit, dia membalut luka-lukanya, lalu menuangkan minyak dan anggur. Kemudian orang itu menaikkan dia ke atas keledainya, membawa dia ke penginapan, dan merawat dia. Besoknya, orang itu masih mengeluarkan dua dinar, lalu memberikannya kepada pengurus penginapan dan berkata, ’Rawatlah dia, dan kalau yang kamu belanjakan lebih dari ini, saya akan membayarnya saat saya kembali.”
Lalu Yesus bertanya untuk meminta jawaban ahli Taurat itu, supaya dia menyimpulkan sendiri, siapakah sesama bagi orang yang dirampok itu?
Ahli Taurat itu menjawab, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”
Siapa pun yang berbuat baik dan berbelas kasih itulah sesama, tanpa harus diembel-embeli predikat sebangsa, seagama, sealiran atau kelompok partisan.
Lalu Yesus menegaskan, “Pergilah, dan perbuatlah demikian.”
Semua Kitab Suci dan ajaran agama pasti baik. Yang perlu adalah perwujudannya. Ahli Taurat tadi sudah sangat paham dan tahu tentang hukum-hukum dan aturan dalam agama dan yang tertulis dalam Kitab Suci.
Mereka semua hapal ayat-ayat dalam Taurat. Namun bagi Yesus, hapal saja tidak cukup. Yang penting adalah pelaksanaannya.
Maka Yesus berkata dengan nada perintah, “Pergilah, dan perbuatlah demikian.”
Mari kita hanyati ajaran-ajaran agama dengan perbuatan kongkret. Tidak sekedar hanya hapalan, lulus dengan sertifikat hapal ayat-ayat.
Tetapi perbuatan kitalah yang akan dinilai sebagai kualitas hidup kita dan kelak yang akan diperhitungkan di akherat.
Sepakbola bikin dunia kiamat,
Saat banyak nyawa meregang sekarat.
Apalah artinya hapal seluruh ayat,
Kalau hidupnya buruk di masyarakat?
Cawas, pray for supporter Malang….
RD A Joko Purwanto Pr
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |