SOLO,LOKAWARTA.COM-Guru Besar ISI Surakarta Prof Sarwanto mengatakan, diskusi tentang keris sangat menarik, karena keris dapat dipandang dari beragam perspektif. Antara lain antropologi, filsafat, sosiologi, ekonomi, metalurgi, arkeologi, dan seni.
Namun Prof Sarwanto mengingatkan, eksistensi keris saat ini pamornya agak surut karena berbagai hal. Beberapa diantaranya adalah rendahnya apresiasi masyarakat, masuknya budaya asing, dan standar profesi yang sulit diukur.
“Meski demikan, ranah ekonomi kreatif ini justru bisa menjadi peluang bagi perkembangan keris sebagai wujud budaya adiluhung,” kata Prof Sarwanto.
Hal itu dikatakan ketika membawakan materi dalam Keris : Peluang dan Tantangan di Bidang Ekonomi Kreatif dalam seminar bertajuk “Peluang dan Tantangan Keris di Bidang Ekonomi Kreatif’ di Teater Kecil ISI Surakarta, Rabu (23/8/2023).
Seminar dihadiri Wakil Rektor II ISI Surakarta Dr Joko Budiwiyanto, Wakil Dekan II FSRD ISI Surakarta Amir Ghozali, Direktur LSP Perkerisan Indonesia, Agung Guntoro Wisnu dan lebih dari 100 peserta seminar.
Deputi Bidang Pengembangan Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Dr Robinson H Sinaga mengatakan, Ekonomi Kreatif merupakan perwujudan nilai tambah dari Kekayaan Intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.
Nah, keris memiliki potensi dalam pengembangan ekonomi kreatif. Menurut dia, ada tiga potensi yang disampaikan bahwa keris telah diakui UNESCO sebagai karya agung budaya dunia. Keris juga merupakan formulasi dari 3 wujud kebudayaan yaitu ide, nilai kehidupan, dan karya.
“Keris mengandung unsur penyusun non-bendawi yang amat kaya yaitu aspek Sejarah, tradisi, seni, simbolisme, dan falsafah hidup,” kata Robinson.
Meski demikian, ada tantangan yang harus diurai oleh pegiat keris. Antara lain, akses digital, akses permodalan, branding dan pemasaran, serta rantai pemasok.
Oleh karenanya pemerintah memiliki program-program untuk bisa membantu mengurai persoalan yang dihadapi pegiat keris. Program itu adalah Bantuan Insentif Pemerintah (BIP), Bantuan Pemerintah (Banper), dan pendaftaran e-catalog.
“Untuk bisa mencapai keberhasilan, ditekankan perlu adanya adaptasi, inovasi dan kerja kolaborasi antar stakeholder,” tandasnya.
Rivo Cahyono dari Ethnic Indonesia yang menyampaikan materi terakhir memberikan gambaran ekosistem Tosan Aji di Indonesia. Menurut Rivo, efek pandemik sangat terasa bagi para perajin keris dan juga pegiat keris.
Kini, Ethnic Indonesia sedang mengembangkan ekosistem yang dapat membentuk satu ekosistem yang mempertemukan perajin, pedagang, dan pemahar.
Efek dari ekosistem yang mulai terbangun ini maka para perajin mudah untuk mendapatkan pinjaman dan merangkul generasi muda untuk bisa meneruskan tradisi ini.
“Diharapkan ekosistem ini terus terbangun sehingga pamor para perajin dan pegiat tosan aji semakin moncer,” tandasnya.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |