SUKOHARJO,LOKAWAERTA.COM- Sejumlah petani di beberapa desa di Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo mulai menerapkan sistem pertanian digital dalam menanam padi.
Mereka menggunakan alat sensor tanah digital yang mampu membaca kadar PH, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium (NPK). Alat itu dilengkapi aplikasi yang dapat memberikan rekomendasi jadwal, jumlah, dan jenis pupuk yang dibutuhkan tanah.
Sebelumnya, para petani yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kepodang Topo, yakni di Desa Keteguhan, desa Pojok, desa Dalangan, desa Tangkisan, desa Majasto dan desa Ponowaren Kecamatan Tawangsari itu sudah menerapkan modern farming.
Hasilnya, kata Ketua KUBE Kepodang Topo Tawangsari Karjono, terjadi peningkatan produktivitas hingga15%, efisiensi biaya produksi hingga 10%, serta peningkatan kualitas dan harga gabah. Selain itu, mendorong minat generasi muda untuk terjun kedunia pertanian.
“Syukurlah program moden farming dan digital ferming di beberapa desa di Tawangsari yang difasilitasi Bank Indonesia berjalan lancar, tinggal memperluas saja areanya,” kata Karjono.
Hal itu dikatakan di sela panen raya di lahan klaster modern farming di Desa Majasto Kecamatan Tawangsari Sukoharjo, Rabu (7/6/2023).
Hadir dalam kesempatan itu, Bupati Sukoharjo Ety Suryani, Kepala Kantor Perwakilan Bank Imdonesia Solo Nugroho Joko Prastowo, sejumlah pejabat Forkompinda, dan OPD terkait.
Dalam sambutannya, Bupati Etik Suryani mengajak para petani mulai menerapkan pertanian modern. Ia mengatakan, modernisasi teknologi pertanian sangat perlu. Salah satunya dengan memulai konsep digital farming yang akan membawa banyak keuntungan bagi petani.
”Penggunaan digital farming bagi petani ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam mengelola biaya produksi serta meminimalisasi risiko gagal panen akibat perubahan iklim dan serangan organisme pengganggu tumbuhan, sehingga keuntungan yang diterima petani akan meningkat,” kata bupati.
Menurut dia, pertanian digital atau dikenal dengan istilah pertanian pintar atau pertanian elektronik merupakan metode pendampingan berbudidaya tanaman berbasis data yang dapat dianalisis secara sains dan melibatkan berbagai teknologi dalam prosesnya, termasuk pengolahan lahan, identifikasi cuaca, pemilihan benih unggul, proses penanaman, proses panen, hingga pemasaran.
Selain itu, kata Etik, agar petani memiliki modal untuk bertanam lagi setelah mengalami gagal panen. ”Kita gali potensi alam yang ada untuk mendukung produksi tanaman menuju Kabupaten Sukoharjo yang lebih makmur dan sejahtera masyarakatnya,” tutupnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Kantor Perwakilan Bank Imdonesia Solo Nugroho Joko Prastowo menyebutkan, pemanfaatan teknologi digital pertanian dilaksanakan di Klaster Padi Modern Farming merupakan klaster binaan sinergi BI dengan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo.
“Teknologi ini membantu petani melaksanakan budidaya secara lebih mudah, presisi, dan efisien sehingga tidak lagi menggunakan ‘ilmu kira-kira’ dalam budidaya pertanian,” katanya.
Menurut Joko, teknologi itu tidak mahal dan mudah dalam pengoperasian serta berbentuk portable sehingga dapat dipakai oleh hampir seluruh petani baik milenial maupun bukan. Penggunaan teknologi itu dikombinasikan dengan inovasi sistem pertanian Jaga Bumi, yaitu sistem pertanian ramah lingkungan dan mandiri pupuk, serta memakai pestisida nabati.
Ini juga sekaligus menjawab tren meningkatnya kebutuhan konsumen atas produk yang sehat dan ramah lingkungan. Di samping itu untuk mendorong regenerasi petani, kombinasi program digitalisasi di sisi hulu dan tani Jaga Bumi itu telah diuji coba di lahan petani milenial dan selanjutnya dibandingkan dengan lahan yang tidak menggunakan kedua program itu.
“Hasil di lahan petani milenial menunjukkan adanya pengurangan penggunaan pupuk dan peningkatan produktivitas dibandingkan dengan lahan tanpa menggunakan alat ini,” tuturnya.
Joko juga mengatakan, pemanfaatan teknologi digital itu merupakan salah satu upaya mengoptimalkan langkah-langkah pengendalian inflasi untuk mendukung ketahanan pangan secara integratif, masif, dan berdampak nasional di tengah tingginya risiko kenaikan inflasi.
Penguatan sinergi pengendalian inflasi terutama yang bersumber dari sisi suplai diwujudkan dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID).
Rangkaian kegiatan GNPIP merupakan wujud nyata sinergi antara otoritas baik di tingkat pusat dan daerah, pelaku industri, serta masyarakat untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi dalam rangka mendukung ketahanan pangan.
“Salah satu upaya yang dilakukan dalam menjaga stabilitas harga dari sisi suplai, adalah dengan mendorong pemanfaatan teknologi digital di sisi hulu maupun hilir,” ujar Joko.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |