MIRIS rasanya mengamati dunia pendidikan Indonesia sejak reformasi sampai sekarang. Kegalauan ini mungkin juga dirasakan banyak orang tua yang mengalami tiga zaman, Orla, Orba, dan Reformasi.
Bukannya makin baik, justru semakin jauh dari harapan. Tindak kekerasan terjadi di mana-mana, apa itu bullying, pemukulan terhadap murid oleh guru atau sebaliknya yang dalam penyelesaiannya melibatkan aparat penegak hukum.Pada hakekatnya makin meresahkan masyarakat, rasa tenteram terasa merupakan barang mewah.
Apa sebabnya ?
Pelajaran budi pekerti sudah lenyap ditelan bumi , pengenalan terhadap kearifan lokal, sejarah bangsa, nilai nilai kebhinnekaan, toleransi juga turut hanyut dibawa arus globalisasi dan faham-faham internasional yang jauh dari nilai ketimuran. Informasi yang mudah diakses dari sosial media (sosmed) atau dunia maya makin merajalela, tayangan mengenai tawuran, adu jotos antar kelompok masyarakat, tindak asusila di ponpes oleh pengelolanya.menjadi hal yang lumrah.
Lembaga-lembaha pemerintah yang bertugas mengatasi masalah msalah tersebut sering tidak berdaya dan mandul. Penyelesaian oleh penegak hukum juga berlarut-larut sampai bertahun-tahun. Baru setelah publik berteriak, mereka tergopoh2 bertindak dan memberikan klarifikasi kanan kiri , disertai berbagai alasan
Dulu ketika masih bertugas sebagai PNS, yang kebetulan ditugasi sebagai pembina atas lebih dari 100 anak buah dengan berbagai latar belakang pendidikan dan kehidupan yang heterogen, kemampuan kita diuji untuk memotivasi dan memelihara etos kerjanya agar senantiasa stabil menghadapi tugas yang begitu kompleks.
Di satu sisi harus melaksanakan tupoksinya sedangkan di sisi lain sebagai manusia biasa yang memiliki keinginan-keinginan ragawi. Biasanya sebelum menjadi karyawan di instansi Pemerintah dimana dia ditempatkan, terlebih dahulu saya awali dengan wawancara singkat sebagai pengenalan agar terbangun komunikasi positif antara pimpinan dan anak buah.
Sebagai warga Jateng yang hidup dan berkarier di sini, wajib mengetahui seluk beluk Jawa Tengah. Contohnya secara rinci dapat menyebut 29 kabupaten dan 6 kota yang berada di wilayah Jawa Tengah. Pengenalan wilayah tersebut juga saya lakukan di Universitas Semarang tempat saya mengajar selama 12 tahun.
Saya menemukan hal-hal lucu, antara lain ada yang tidak mengetahui bedanya Kabupaten Banyumas dan Kota Purwokerto. Demikian juga halnya dengan Ungaran dan Kabupaten Semarang. Hal-hal yang dianggap kecil dan sepele menunjukkan lemahnya pengetahuan tentang ilmu bumi atau geografi dari masyarakat. Kenalilah dirimu sendiri , sebelum kau mengenal orang lain.
Ganjil bukan, kalau anak Indonesia tidak mengetahui kepanjangan dari SMP dan tidak bisa menunjukkan di mana Ibu Kota Provinsi Jawa Timur berada. Keadaan yang sangat ironis , memilukan dan memalukan bukan?
Justru mereka lebih faham dimana Singapura atau San Fransisco berada.
Oleh karena itu saya terkejut ketika mendengar Rafi Ahmad ditunjuk sebagai stafsus bidang pembinaan generasi muda. Maaf kalau saya meragukan kemampuannya, dengan gaya hidup yang hedon dan kehidupan pribadinya di masa lalu yang tidak mulus
Apakah dia bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar??
Biarlah waktu yang membuktikan integritas para menteri baru yang pada awal sudah melakukan blunder misalnya Yandri Susanto, Natalius Pigai, Yusril Mahendra yang dengan entengnya mengatakan di Indonesia tidak ada pelanggaran HAM berat
Siapkan diri menjadi negarawan bukan politikus yang polah tingkahnya tidak bermartabat. Rakyat sudah lama menunggu datangnya keadilan, kesejahteraan lahir batin bebas dari tekanan politik, ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Jangan hanya menikmati fasilitas negara yang berasal dari uang rakyat
Purna Carita
Wajah muram Ibu Pertiwi menggelayut di pelupuk mata, tatkala demoralisasi terjadi di semua sektor, perilaku menyimpang tidak hanya ditunjukkan generasi muda melainkan orang-orang dewasa yang menduduki jabatan publik. Adanya makelar kasus (markus) di dunia peradilan yang baru saja dibongkar kejaksaan menambah deretan dosa yg mencemari negeri ini.
Dalam tajuk rencana harian Kompas 19 Oktober 2024, menyinggung terjadinya pelanggaran integritas akademis. Setelah kasus joki karya ilmiah (Menteri Bahlil), kini terungkap kasus guru besar yang terjerat jurnal ilmiah abal abal. Stop being white collars criminals.
Work hard, die hard, work with your hearts on behalf of NKRI. (Oeoel Djoko Santoso, penulis)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |