LOKAWARTA.COM,KARANGANYAR-Ketua DPRD Karanganyar Bagus Selo tidak setuju dengan kebijakan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) terkait penghapusan tenaga honorer lepas atau THL.
Sebab, selain tidak solutif, kebijakan penghapusan THL itu juga bisa menjadi bumerang yang berdampak tidak kondusif bagi daerah. “Karena itu, kami mohon pada pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan penghapusan THL,” tegas Bagus Selo, Kamis (9/6/2022).
Lebih lanjut dikatakan, awalnya kebijakan penghapusan THL hanya untuk mengatasi masalah tenaga honorer K1 dan K2 yang jumlahnya banyak. Namun dalam perjalanannya tidak bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena berbagai kendala dan jumlahnya terlalu banyak.
Selanjutnya, pemerintah melalui PP Nomor 49 Tahun 2018 menerbitkan kebijakan tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). “Dan itupun masih banyak tenaga honorer K1 dan K2 yang tidak terakomodasi sebagai P3K,” kata ketua DPC PDIP Perjuangan itu.
Setelah itu, lanjut dia, pemerintah menerapkan kebijakan penghapusan seluruh tenaga honorer yang berlaku mulai 28 November 2023. Termasuk didalamnya Tenaga Harian Lepas.
“Mestinya menyelesaikan masalah honorer K1 dan K2 dulu, tapi kini seluruh honorer akan dihapuskan, tentu saja dampaknya akan luas bagi pemerintah daerah se Indonesia,” tandas Bagus Selo.
Bagus Selo memgusulkan agar pemerintah pusat memberi solusi kemanusiaan bagi para honorer K1 dan K2. Yakni menjadikan mereka sebagai THL yang pada sistem anggaran merupakan karyawan non gaji APBD.
“Kasihan kalau tenaga honorer K1 dan K2 serta THL dipotong (dihapus) begitu saja. THL non database itu sudah mengabdi cukup lama di Pemkab, kok tiba-tiba harus di-cut dan menganggur,” ungkap Bagus Selo.
Dalam sejarahnya, menurut Bagus Selo, keberadaan THL di sejumlah daerah yang jumlahnya cukup banyak itu merupakan dampak dari diberlakukannya moratorium rekruitmen PNS oleh pemerintah pusat.
Lantaran kekurangan pegawai, pemerintah daerah merekrut THL. Mereka dibayar dengan honor rendah bukan gaji karena mekanisme APBD tidak memungkinkan. “Bayangkan, THL itu mengabdi kepada daerah hanya dengan honor kisaran Rp 1,5 juta per bulan, tapi mereka tetap setia,” pungkas Bagus Selo.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |