Puncta 24.08.22
Pesta St. Bartolomeus (Natanael), Rasul
Yohanes 1: 45-51
Orang Jawa itu pandai menyembunyikan perasaan. Ia tidak mau langsung to the point, tetapi muter-muter dulu sebelum sampai ke fokus persoalan. Suka basa-basi yang rumit.
Senang berkata, “Inggih ning ora kepanggih” itu artinya berkata ya ya tetapi tidak segera melakukannya.
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Waktu bertugas di Nanga Tayap, ada dua pohon jambu air yang lebat di depan pastoran.
Kalau lagi musim, banyak sekali buahnya, dan rasanya manis. Ibu-ibu dan anak-anak suka sekali merujak.
Mereka tidak pakai basa-basi, langsung petik baru bilang, “Pastor, minta jambunya ya. Kami mencuri jambu nih pastor.”
Tidak ada basa-basi, langsung to the point.
Di kampung, kalau disuruh makan , tidak usah “lenggat-lenggot” malu-malu. Kalau lapar ya bilang lapar dan minta makan.
Kalau sekali disuruh tidak ambil makanan, tidak akan dipersilahkan berulang-ulang. Orang Jawa kadang harus disuruh atau dipersilahkan berkali-kali baru mau makan.
Saya pernah menahan lapar seharian, karena hanya dipersilahkan sekali. Saya tidak segera ambil makan. Setelah itu tidak ada orang menawari makan.
Pulang dari stasi perut melilit menahan sakit. Itulah akibatnya kalau terlalu banyak “basa-basi.”
Yesus menilai Natanael atau Bartolomeus sebagai orang Israel sejati yang tidak ada kepalsuan di dalamnya.
Ketika Natanael diperkenalkan kepada Yesus, anak Yusuf dari Nasaret, dia langsung berkata, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nasaret?”
Natanael punya anggapan jujur dalam penilaian bahwa Nasaret dicap sebagai tempat yang tidak baik oleh masyarakat.
Nampaknya ada stigma buruk ditempelkan pada orang-orang Nasaret. Natanael tidak pakai basa-basi. Dia langsung menilai tanpa pandang bulu.
Namun setelah berjumpa langsung dengan Yesus, penilaian Natanael berubah. Ia langsung berkata, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel.”
Natanael adalah pribadi yang terbuka apa adanya, jujur tidak pakai topeng. Secara tulus murni dia bisa menilai mana yang baik, mana yang buruk.
Pribadi seperti ini mudah terbuka pada rencana Tuhan. Ia mengikuti Kristus dengan sepenuh hati. Bahkan dia juga mengalami kemartiran seperti murid lainnya demi imannya kepada Tuhan.
Menjadi orang jujur di zaman modern ini sungguh sulit. Dunia kita dihiasi dengan sinetron-sinetron kepalsuan.
Generasi modern dijejali dengan infotainment penuh kepura-puraan tanpa pesan.
Marilah kita memperkuat nilai kejujuran dalam diri kita. Kejujuran menjadi keutamaan yang harus terus diperjuangkan. Sekarang sudah sangat langka dan mahal harganya.
Joko Bodo makan bubur
Beli bubur di pinggir jalan
Ayo kita hidup jujur
Jangan suka kepalsuan
Cawas, tidak ada kepalsuan…
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | sesawi.net |