KARANGANYAR,LOKAWARTA.COM-“Bu, bukankah semua agama itu baik. Sebab semua agama mengajarkan kebaikan. Kalau memang semua agama itu baik, kenapa kita tidak pindah ke agama yang lain saja?”
Begitu kegalauan seorang ibu muda yang mendapat pertanyaan dari anaknya. Pertanyaan itu dia sampaikan pada Romo Robertus Tri Widodo Pr dalam “Bincang Iman” yang digelar di Gereja Paroki Santo Pius X Karanganyar, Minggu (1/12/2024).
“Memang, semua agama itu baik, semua agama mengajarkan kebaikan. Tapi dengan kepercayan dan iman kita, katakan pada anak ibu, bahwa agama yang kita anut adalah yang terbaik, tanpa menjelek-jelekan agama lain. Dengan iman dan kepercayaan kita, kita akan diselamatkan Yesus Kristus,” kata Romo Tri memberi jawaban.
“Tapi kita tidak cukup memberi pemahaman saja kepada anak-anak, dengan pengetahuan iman Katolik yang kita pahami. Kita juga harus memberi teladan pada anak-anak, bagaimana beriman yang baik dengan rajin berdoa, berdevosi, mengikuti ekaresti di gereja, berpaguyuban di lingkungan, dan tidak kalah penting mengaktualisasikan iman kita di masyarakat.”
“Katekumen yang baik itu dalam keluarga dan katekis yang baik itu orang tua. Gereja, sekolah, atau tempat lain itu hanya meneruskan saja. Maka, jadikan keluarga harmonis, tekun beribadah, memberi rasa nyaman dan memberi teladan bagi anak-anak,” kata Romo Tri Widodo Pr.
Sementara itu dalam paparannya, Romo Tri Widodo Pr mengatakan, godaan relativisme adalah salah satu tantangan iman di era modern, selain godaan sekulerisme, dan godaan materialisme.
Relativisme adalah pandangan bahwa kebenaran bersifat subjektif dan tidak ada standar moral universal. Dalam faham ini, seseorang menganggap semua agama sama benarnya.
“Relativisme sering mengajarkan bahwa semua agama sama-sama benar atau bahwa iman Katolik hanyalah salah satu pilihan di antara banyak opsi, sehingga melemahkan keyakinan akan kebenaran iman Katolik,” kata Romo Tri.
Relativisme juga membenarkan perilaku yang tidak sesuai ajaran gereja. Contoh, menganggap hubungan di luar nikah, aborsi, atau perceraian sebagai pilihan pribadi yang sah, bukan sebagai pelanggaran moral. Selama tidak menyakiti orang lain, apa pun boleh dilakukan.
Relativisme membuat banyak orang menolak ajaran gereja tentang moralitas seksual, kehidupan keluarga, dan nilai-nilai kehidupan, dengan alasan bahwa itu sudah ketinggalan zaman. Relativisme membuat umat tidak lagi melihat Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan (Yohanes 14:6).
Bagaimana dengan godaan sekulerisme?
Sekulerisme adalah pandangan yang
mengesampingkan peran agama dalam kehidupan pribadi dan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Banyak umat tergoda untuk memisahkan kehidupan iman dengan kehidupan profesional, sosial, atau politik. Contoh, seseorang merasa bahwa nilai-nilai agama tidak relevan dalam pekerjaan atau pengambilan keputusan penting.
Sekulerisme juga mengabaikan peran Allah dalam kehidupan. Sekularisme mengarah pada kehidupan yang berpusat pada diri sendiri. Allah tidak dianggap penting atau diperlukan.
“Contoh, saya bisa sukses tanpa Tuhan atau menggantungkan segala sesuatu pada teknologi dan sains tanpa ruang untuk iman,” kata hakim tribunal Keuskupan Agung Semarang tersebut.
Sekulerisme memprioritaskan hiburan dan kenyamanan. Gaya hidup modern sering membuat umat lebih fokus pada kesenangan duniawi seperti foto-foto upload di media sosial, hiburan, atau tren budaya, dari pada hubungan dengan Allah.
Sekulerisme menjadikan agama sebagai formalitas. Ada kecenderungan melihat agama hanya sebagai tradisi sosial. Seperti mengikuti misa hanya pada hari besar tanpa memahami maknannya.
‘Misa hanya sebatas kewajiban. Pamit keluarga ke gereja, ternyata jaga parkir saja, nggak pernah misa,” kata romo yang disambut tawa peserta.
Selain sekulerisme dan relativisme, tantangan iman di era modern yaitu godaan materialisme. Materialisme adalah pandangan yang menempatkan harta benda dan kepuasan duniawi sebagai tujuan utama hidup.
Banyak umat tergoda untuk mengukur kebahagiaan berdasarkan apa yang mereka miliki, seperti gadget terbaru, mobil mewah, atau rumah besar. Contoh, menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengejar kekayaan, tetapi melupakan doa, keluarga, dan pelayanan.
Materialisme juga membuat umat lebih fokus pada kebutuhan fisik dari pada kebutuhan rohani. “Contoh, saya sibuk mencari uang, nanti saja berdoa atau pergi ke misa.”
Materialisme sering menyebabkan seseorang menomorsatukan uang, bahkan sampai mengorbankan prinsip moral untuk mendapatkan. Contoh, berbohong, korupsi, atau mengambil keuntungan yang tidak adil. Dalam budaya materialisme, seseorang dihargai bukan karena karakter atau imannya, tetapi berdasarkan harta yang dimiliki.
Romo Tri mengatakan, dampak dari godaan sekularisme, relativisme, dan materialisme sering kali bekerja bersama, menciptakan masyarakat yang mengabaikan Tuhan, Tuhan dianggap tidak relevan.
“Di sini seseorang mementingkan kebenaran pribadi, batasan moralitas dibuat sendiri, orientasi pada harta duniawi dan kekayaan menjadi tujuan utama hidup,” pungkasnya.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |