LOKAWARTA.COM,JAKARTA-Calon pengantin, ibu hamil, dan ibu paska melahirkan adalah target pencegahan stunting. Hal ini karena stunting terjadi pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu sejak bayi masih dalam kandungan hingga berusia dua tahun.
Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kanson mengatakan, komunikasi publik sangat penting untuk mengedukasi masyarakat terkait stunting. Dalam hal ini diperlukan strategi komunikasi dengan target spesifik.
“Peran komunikasi publik ini sangat penting untuk mengedukasi masyarakat. Sasarannya adalah pasangan usia subur atau calon pengantin, ibu hamil, serta ibu setelah melahirkan,” kata dia dalam diskusi terfokus “Strategi Komunikasi Stunting Tahun 2022”.
“Ini sasaran edukasi kita supaya mereka perilakunya ikut bersama sama mencegah stunting. Dengan sasaran seperti itu, maka kita harus menyusun strategi komunikasi yang sesuai dengan sasaran,” katanya.
Dalam penyusunan strategi komunikasi publik penurunan stunting, ia menekankan Kominfo tentunya tidak terlepas berkoordinasi dengan leading sector percepatan penurunan stunting, yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Tidak bisa dimungkiri, Indonesia hingga saat ini masih dihadapkan pada permasalahan stunting, yakni kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 HPK. Stunting pada akhirnya mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu, salah satunya tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya.
Balita stunting umumnya terlihat pada usia dua tahun, meski kekurangan gizi terjadi pada periode 1.000 HPK. Efek stunting adalah menghambat pertumbuhan dan memengaruhi tingkat kecerdasan anak. Lebih lanjut anak stunting di masa depan menjadi lebih rentan terkena penyakit sehingga menurunkan produktivitasnya, hingga akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan angka kemiskinan.
Menghadapai stunting, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan target angka prevalensi stunting turun menjadi 14 persen pada 2024.
Melalui Perpres tersebut, pemerintah juga telah menyiapkan intervensi percepatan penurunan stunting yang dibagi menjadi tiga fase, yakni fase calon pengantin/ calon Pasangan Usia Subur/ pranikah, fase hamil, serta fase pascasalin/ paska melahirkan/ interval.
Pencegahan stunting dari hulu di mulai dari remaja, calon pengantin, hingga para ibu paska melahirkan. Pada fase remaja, pencegahan stunting dapat dilakukan melalui edukasi kesehatan reproduksi, gizi, serta penyiapan kehidupan berkeluarga.
Pada fase ini, remaja perempuan perlu mendapatkan suplemen tambah darah untuk mencegah anemia. Sementara remaja laki-laki mendapatkan akses suplemen zink untuk menjamin kualitas sperma.
Sedangkan bagi ibu yang baru selesai melahirkan perlu mendapatkan pemahaman tentang pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada bayi, termasuk pemberian bantuan bagi keluarga dengan risiko tinggi stunting.
Terkait dengan hal tersebut, beberapa stakeholder terkait, seperti bidan, kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan kader Keluarga Berencana (KB) perlu melakukan identifikasi dan mendeteksi dini faktor risiko stunting, termasuk pendampingan dan surveilans berupa penyuluhan, fasilitasi pelayan rujukan, serta penerimaan bantuan sosial.
Adapun kegiatan dan sasaran pendampingan keluarga ini meliputi calon pengantin, ibu hamil, ibu pascapersalinan serta anak usia nol hingga lima tahun.
Sedangkan dalam upaya memberi pemahaman kepada masyarakat, khususnya kepada Calon pengantin, ibu hamil, dan ibu paska melahirkan, Kominfo melakukan berbagai strategi komunikasi publik untuk menyebarluaskan informasi terkait stunting.
Beberapa strategi yang dilakukan adalah melalui pertama, produksi konten; kedua, komunikasi publik dengan target masyarakat luas melalui media mainstream (televisi, radio, media cetak, dan media luar ruang).
Ketiga, komunikasi publik dengan target spesifik yaitu pasangan usia subur/ calon pengantin, ibu hamil, serta ibu padsca melahirkan melalui forum hybrid Generasi Bersih dan Sehat (GENBEST) dan Pertunjukan Rakyat; keempat, kominfo juga menerapkan strategi gabungan dan melalui kampanye ruang digital maupun media daring.
Menurut Usman, kearifan lokal juga merupakan salah satu materi yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi kebijakan publik pencegahaan stunting di Indonesia.
“Kearifan lokal bisa digunakan untuk mencegah stunting. Kearifan lokal yang kita maksud adalah merupakan sumber makanan lokal, misalkan untuk meningkatkan nutrisi atau gizi masyarakat supaya tidak stunting, seperti di Gorontalo jagung banyak tumbuh. Jagung ini bisa kita pakai untuk mengatasi problem nutrisi,” kata Usman.
“Di Sukabumi misalnya soal sanitasi. Masyarakat barangkali pemahaman sanitasinya kurang, padahal di sana air bersihnya tersedia melimpah. Di sini peran pemerintah daerah penting dalam program kita mencegah stunting,” tambahnya.
Kondisi Stunting di Indonesia masih mengkhawatirkan. Berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (2019), angka prevalensi stunting sebesar 27,67 persen, atau satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting. Angka itu masih di atas standar yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia WHO, yakni di bawah 20 persen.
Di dunia, angka prevalensi stunting Indonesia masih berada pada posisi ke-115 dari 151 negara. Sedangkan di Asean menempati posisi ke delapan dari sepuluh negara. Sedangkan riset World Bank pada 2015 menyatakan kerugian akibat stunting mencapai tiga hingga sebelas persen Produk Domestik Bruto (PDB) 2015 atau sebesar Rp 11 ribu triliun.
Keberhasilan program penurunan stunting perlu dukungan banyak pihak, termasuk masyarakat, Kominfo berharap adanya dukungan, kerja sama, dan keterlibatan aktif dari seluruh pihak untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 “SDM Unggul dan Berkualitas” melalui upaya percepatan penurunan stunting. Indonesia membutuhkan SDM berkualitas untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |