What is Happiness

8 Maret 2025, 10:49 WIB

DALAM suasana hening di bulan suci Ramadhan, saya mencoba membuat tulisan yang filosofis dan sopan dalam pilihan diksi, supaya menunjukkan kesantunan yang tulus tanpa rekayasa. Riuh rendah politik, sejenak diabaikan dan biar berlalu agar tak mengganggu kesyahduan suasana yang sedang dinikmati publik.

Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia lahir batin bersama keluarga, kerabat, sahabat maupun lingkungan sosialnya.

Apakah seseorang dapat dianggap bahagia manakala semua kebutuhan dasarnya telah terpenuhi, yakni sandang, pangan papan, pendidikan dan kesehatan, selain rasa aman nyaman dalam menjalankan tuntunan agamanya?

Pertanyaan berikutnya, apakah kebahagiaan itu diwujudkan oleh kita sendiri atau ada campur tangan yang tidak kelihatan (invisible hand). Pertanyaan pertanyaan tersebut senantiasa menggelayuti pikiran kita dalam jangka waktu yang panjang.

Bagi sementara orang tentu sudah merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki, dalam arti kata tidak ada “gegayuhan” lain yang ingin dicapai. Gegayuhan artinya keinginan yang tinggi, kadang2 berlebihan sehingga membahayakan dirinya sendiri. Konkritnya, berlomba lomba mengejar kenikmatan duniawi, akibat dipicu oleh kekayaan orang lain yang kemungkinan diperoleh dari tindak korupsi sebagaimana yang marak selama lebih dari 20 tahun.

Bahagia dan kebahagiaan dibangun atas dasar rasa syukur yang diberikan oleh Allah SWT. Segala sesuatu yang kita terima dalam takaran sewajarnya dinyatakan oleh ungkapan Jawa sebagai “nrima ing pandhum”. Jangan sampai kita terjebak oleh ungkapan Jawa lainnya “diwenehi akeh kurang sithik, diwenehi sithik kurang akeh”. Jebakan Batman tersebut akan membuat seseorang menjadi srakah, nggragas, semua mau diambil tanpa menyisakan bagian orang lain (greedy).

Manusia hidup itu selalu dilingkupi oleh lingkungan sosial yang terkadang memberi effek positif dan negatif. Sehingga terjadi tarik menarik, adu kekuatan antara yang benar atau salah. Kuncinya terletak pada pengendalian diri masing masing orang, yang pada kenyataannya self control itu tidak semudah membalik telapak tangan. Rasa bahagia itu sangat personal, memandang hijaunya pepohonan sambil mendengar kicauan burung dan menghirup wanginya bunga Wijaya Kusuma merupakan karunia tak terhingga.

Demikian yang saya rasakan hampir setiap hari, seraya menunggu munculnya matahari penyinar kehidupan manusia. Rasa bahagia tersebut pasti juga menyelinap di relung hati setiap manusia sebagai bentuk kecintaan pada TUHAN SANG PENCIPTA.

Manusia merasakan kebahagiaan sejak dini, sebagai contoh, seorang bayi akan merasakan kedamaian, kehangatan, kenyamanan dalam pelukan ibunya sambil menyusu dengan mata setengah terpejam dan senyum tersungging di bibirnya yang mungil.

Sejatinya bahagia tidak ada di dalam hati saja, tetapi juga tersirat di wajah seseorang. Kondisi batin tidak dapat disembunyikan, demikian juga ekspresi wajah. Seseorang yang mengalami tekanan batin akan terpancar dengan jelas melalui mata yang merupakan jendela hati. Sering kita bertemu seorang perempuan cantik, namun wajahnya suram tanpa sinar bak mendung di langit kelam

Bahagia itu sederhana. Bagi para aktivis perempuan yang bergerak di organisasi sosial secara suka rela tentu dapat mendeskripsikan dengan lebih baik tentang pengalaman membahagiakan orang yang sedang susah. Pikiran dan tenaga dicurahkan demi pengabdian pada sesama yang sedang mengalami musibah bencana alam. Legawa saat menjalankan tugas sosial dan kemanusiaan butuh keikhlasan yang membuahkan kebahagiaan tanpa batas.

HAPPINESS IS CREATING THE SPIRIT OF HOPE FOR HUMANITY AND MANKIND

Semarang , 7 Maret 2025
Ny. Oeoel Djoko Santoso

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait