LOKAWARTA.COM,SOLO-Ketua Yayasan Perguruan Tinggi (YPT) Slamet Riyadi Surakarta, Sularno mengingatkan bahwa perguruan tinggi bukanlah sinterklas yang membagi bagikan bantuan pada saat melakukan pengabdian masyarakat.
Karena itu, Sularno berpesan pada para dosen dan para mahasiswa yang sedang melakukan pengabdian masyarakat untuk berhati-hati di tengah tengah masyarakat dan jangan menjanjikan sesuatu yang tidak atau belum pasti.
Dalam melaksanakan pengabdian masyarakat, kata Sularno, tugas dosen dan mahasiswa itu hanya memotret kondisi masyarakat yang ada. Istilah para OPD atau organisasi perangkat daerah (OPD) adalah belanja masalah.
Kemudian, lanjut mantan Bupati Purbalingga itu, para dosen dan para mahasiswa memberi pendampingan, menuntun, memberi bimbingan, dan mencarikan solusi pada masyarakat, dimana dosen dan mahasiswa itu melakukan pengabdian.
“Soal pembangunan di tempat itu, di desa itu, terutama pembangunan fisik, itu adalah tugas kepala daerah, tugas bupati,” kata Sularno ketika membuka seminar nasional pengabdian masyarakat (senadimas) di kampus Unisri Surakarta, baru-baru ini.
Seminar nasional pengabdian masyarakat bertajuk “Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengentasan Kemiskinan dan Masalah Sosial Lainnya” itu diikuti 76 dosen dari internal Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
“Dan enam peserta lainnya dari luar, yaitu UNS Surakarta, Uninus Bandung serta USB dan Uniba Surakarta,” kata ketua panitia seminar Ahmad Mustofa dalam laporannya.
Rektor Universitas Slamet Riyadi / Unisri Surakarta Prof Dr Sutardi mengatakan, tema seminar nasional kali ini, yakni “Peran Perguruan Tinggi Dalam Pengentasan Kemiskinan dan Masalah Sosial Lainnya” cukup menantang, meski klise.
Prof Dr Sutardi melihat, kemiskinan di Indonesia itu lebih pada kemiskinan struktural, terutama di daerah terpencil. Ia mencontohkan, kalau ora tuanya tidak sekolah, kebanyakan anaknya juga tidak sekolah, bahkan sampai cucu, atau cucit.
“Sejak saya KKN, program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat itu selalu ada, tapi masyarakat miskin juga tidak berkurang secara signifikan,” kata rektor.
“Karena itu, saya minta pada para dosen dan mahasiswa yang melakukan pengabdian masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan atau pemberdayaan masyarakat untuk membuat program yang sederhan, jangan muluk-muluk.”
“Bila perlu, program itu bisa ‘mentes’ dan bisa menjadi prototype serta bisa diaplikasikan di tempat lain dalam rangka pengentasan kemiskinan atau pemberdayaan masyarakat dan masalah sosial lainnya,” kata Prof Dr Sutardi.(***)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |