LOKAWARTA.COM,SOLO-“Bagaimana saya bisa berjualan rumah subsidi kalau subsidi perumahan hanya untuk ASN,” kata Sunaryo, salah seorang pengembang perumahan subsidi di Jawa Tengah.
Sunaryo mengatakan, dari ribuan rumah subsidi yang dibangun di sejumlah titik lokasi di Jawa Tengah, pembeli dari aparatur sipil negara atau ASN tidak sampai 5 persen, selebihnya sekitar 95 persen adalah sektor swasta, terutama pekerja di sektor informal.
Dengan status yang dimiliki, Sunaryo yang dikenal sebagai raja rumah subsidi itu beralasan, ASN atau PNS itu pinginya rumah yang besar dan halamannya luas, sehingga enggan membeli rumah subsidi yang sederhana dan ukurannya kecil kecil.
Sunaryo mengatakan, jika program subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dikelola BP Tapera nantinya dikhususkan bagi ASN/PNS, maka masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terutama yang bekerja di sektor tidak bisa membeli rumah subsidi karena tidak mendapat jatah subsidi.
“Jika perumahan subsidi yang dibangun tidak laku dijual maka akan banyak pengembang atau developer rumah subsidi gulung tikar,” kata Direktur Utama PT Adi Propertindo itu.
Keluhan atau kekhawatiran Sunaryo sangat beralasan. Sebab, dana subsidi perumahan FLPP yang sebelumnya dikelola PPDPP Kementerian PUPR, mulai 2022, dikelola BP Tapera yang selama ini dikenal sebagai lembaga keuangan penyalur subsidi perumahan bagi PNS.
Ketua REI Soloraya SS Maharani mengaku menerima keluhan serupa dari banyak pengembang di Soloraya hingga tidak bisa tidur. Menurut Rani, jika subsidi perumahan FLPP hanya diberikan pada ASN atau PNS, dampaknya tidak hanya para pekerja swasta tidak bisa membeli rumah dan para pengembang tidak bisa berjualan.
Tapi juga mengancam perekonomian nasional. Sebab, sektor properti punya multiplier effect besar. Banyak sub sektor lainnya yang digerakan oleh sektor properti. Seperti toko matrial bahan bangunan, produsen genting, batu bata atau bata ringan, pabrik besi, produsen semen, penambang pasir, dan lain sebagainya.
Dengan prediksi seperti itu, kata Rani, sebaiknya pemerintah meninjau kembali pengelolaan dana subsidi perumahan FLPP yang nantinya ditangani BP Tapera. Sebab kalau dipaksakan, maka semuanya akan stagnan, mandeg, dan tidak bergerak.
“Kalau alokasi subsidi FLPP untuk ASN 50 persen dan 50 persen untuk sektor swasta, saya kira itu cukup bagus. Bila perlu alokasi untuk pekerja swasta ditambah,” kata Rani.
Lebih lanjut Rani mengatakan, perumahan yang mangkrak yang telah dibangun para pengembang di Solo Raya lebih dari 3.000 unit. Itu terjadi lantaran kondisi ekomi masyarakat diterjang pandemi covid-19 dalam dua tahun ini, sehingga menurunkan daya beli masyarakat.
Selain itu adanya perubahan regulasi dalam penerbitan IMB yang makin berbelit-belit di tiap daerah, sehingga pengembang kesulitan mendapatkan IMB yang pad gilirannya menghambat penjualan.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |