Hingga Akhir Maret, 43 BPR/BPRS Dimerger, Ini Alasannya…

15 Mei 2024, 10:28 WIB

JAKARTA, LOKAWARTA.COM-Jumlah Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Peremonomian Rakyat Syariah (BPR/BPRS) di Indonesia makin berkurang atau bahkan dikurangi.

Selain dilikuidasi oleh lembaga penjamin simpanan (LPS) setelah dicabut izin operasionalnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejumlah BPR/BPRS dimerger atau digabung.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mencatat, hingga Maret 2024 sebanyak 43 BPR/BPRS telah melakukan konsolidasi melalui merger sehingga lebih ramping menjadi 14 BPR/S.

Kemudian masih ada 25 BPR/BPRS dalam proses konsolidasi menjadi 8 BPR/BPRS. Di samping itu, terdapat 32 BPR/BPRS yang sedang dalam pemenuhan kelengkapan dokumen konsolidasi menjadi 10 BPR/BPRS.

“Jadi akan terus terjadi konsolidasi penguatan,” kata Dian dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) April 2024 secara virtual di Jakarta, Senin (13/5/2024).

Hingga Maret 2024, OJK mencatat jumlah BPR/BPRS menjadi 1.566 bank. Jumlah tersebut, kata Dian, berkurang signifikan jika dibandingkan dengan Desember 2021 sebanyak 1.623 BPR/BPTS. Menurut dia, konsolidasi BPR/BPRS sebetulnya memperkuat ketahanan permodalan bank.

“Kalau kita lihat data statistik mengenai pertumbuhan aset, kredit, dan DPK, justru menunjukkan pertumbuhan yang positif dan secara konsisten ini naik terus di atas 7 atau 8 persen,” kata Dian.

“Pertumbuhan kreditnya 9,42 persen, DPK tumbuh 8,60 persen, kemudian asetnya sekitar 7,34 persen. Jadi sebetulnya konsolidasi BPR/S ini sudah terbukti memperkuat ketahanan permodalan bank,” kata Dian.

Dian melanjutkan, dengan penguatan penerapan tata kelola dan manajemen risiko di tubuh BPR/BPRS, maka nilai tambah bank-bank itu pada UMKM, masyarakat, dan perekonomian akan semakin meningkat.

Namun begitu, Dian mencatat hingga saat ini masih banyak BPR/BPRS yang belum memenuhi ketentuan permodalan minimum. Padahal, ketentuan modal minimum BPR/BPRS nilainya tidak terlalu besar.

“Dengan penambahan modal oleh masing-masing pemegang saham maupun langkah merger secara sukarela yang dilakukan antar-BPR/BPRS, maka diharapkan BPR/BPRS dapat memenuhi modal minimum,” tandasnya.

Dian juga menekankan, konsolidasi BPR/S bukan berarti mengurangi jumlah kantor setelah dilakukan penggabungan. Kantor-kantor BPR/S tetap ada, namun kemudian menjadi kantor-kantor cabang.

“Yang paling dekat tentu nanti setelah ketentuannya keluar, kita akan menerapkan apa yang disebut sebagai single presence policy. Jadi sekarang satu orang itu tidak boleh lagi memiliki bank lima BPR, misalnya,” katanya.

“Tetapi satu orang itu hanya boleh memiliki satu BPR. Jadi BPR-BPR yang ada itu kemudian digabung, yang ada itu, yang surviving-nya itu tentu akan dijadikan cabang,” kata dia.

Terkait BPR/BPRS yang ditutup atau dicabut izin usahanya, Dian menyampaikan, BPR/BPRS tersebut memang secara mendasar tidak mungkin lagi diselamatkan oleh OJK.

“Baik itu terjadi fraud atau terdapat kelemahan keuangan yang sangat signifikan sehingga sudah tidak mungkin untuk mengundang investor,” tandasnya.

OJK terus memperkuat BPR/BPRS dengan mendorong konsolidasi dan penyesuaian regulasi serta pengawasan. OJK juga akan meluncurkan Peta Jalan (Roadmap) Penguatan BPR/S 2024-2027.

Peta jalan tersebut sebagai landasan kebijakan untuk memperkuat dan mengembangkan industri BPR dan BPRS, sekaligus menjawab tantangan industri BPR dan BPRS.

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait