SOLO,LOKAWARTA.COM-Jumlah investor syariah di Jawa Tengah di posisi 4 besar nasional yakni 12.449 investor. Urutan pertama DKI Jakarta dengan 21.429, ke dua Jawa Barat 16.372 investor.
“Dan disusul Jawa Timur sebanyak 15.452 investor,” kata Kepala BEI Jateng 2, M Wira Adibrata di sela edukasi pasar modal di Balai Kota Surakarta, baru-baru ini.
Wira mengatakan, iinvestor akan tercatat sebagai investor syariah ketika seseorang membuka rekening efeknya adalah rekening syariah.
“Jika seseorang membuka rekening efek yang bukan syariah, namun membeli saham-saham syariah, tidak akan tercatat sebagai investor syariah, imbuh Wira.
Keuntungan membuka rekening syariah, kata Wira, adalah masyarakat secara langsung akan dibatasi dalam membeli sahamnya yang khusus syariah. Dalam aplikasinya sudah dipilah oleh system saham-saham yang syariah.
“Misalnya, si A ingin membeli saham bank konvensional XYZ pasti tidak bisa karena di system tersebut tidak akan muncul saham tersebut,” katanya.
Selain itu, diaplikasi syariah juga tidak ada fasilitas margin atau hutang. Jika belum ada dana nganggur meski ada saham yang turun, rekening syariah tidak menawarkan jasa pinjam dana.
“Memang yang konvensional lebih fleksibel dari beberapa sisi, misalkan bisa menggunakan margin, bisa bebas membeli saham-saham apa saja yang “on going”. Namun kemballi lagi, prinsip syariah bukan hanya cari cuan, tetapi juga keberkahan,” katanya.
Saat ini dari total saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 800 saham lebih, dari jumlah itu terdapat 542 saham syariah.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 secara garis besar menyampaikan, mekanisme Perdagangan efek di bursa efek Indonesia sudah sesuai syariah.
Namun, tidak semua saham di pasar modal adalah syariah. Terdapat 3 kriteria saham bisa dikatakan syariah apabila memenuhi :
- Perusahaan yang mengeluarkan saham tidak memproduksi barang atau menyajikan jasa yang melanggar syariat Islam. Contoh produknya mengandung zat zat yang haram atau riba.
- Hutang berbasis riba yang dimiliki perusahaan secara rasio tidak boleh 45% lebih besar dari total asset yang dimiliki. Misalkan, perusahaan tersebut memiliki hutang yang cukup besar dan setelah ditelaah, ternyata lebih dari 45% dari total asetnya, sehingga meskipun telah memenuhi syarat pertama tadi, saham tersebut akan dicoret dari saham syariah.
- Rasio pendapatan non halal melebihi 10% dari total pendapatan perusahaan. Contoh perusahaan kain, secara zat syariah dan rasio hutang tidak melebihi 45% seperti syarat 1 dan 2, namun setelah dicek dipendapatan ternyata peruahaan kain ini memiliki anak usaha yang non halal yang pendapatannya lebih dari 10% dari total pendapatan usahanya tersebut. Sehingga saham nya jadi tidak syariah.
Wira mengatakan, untuk memudahkan masyarakat memilih saham syariah, BEI telah mengeluarkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), dimana semua saham telah diseleksi oleh OJK sesuai kriteria DSN MUI tersebut.
“Ada juga JII (Jakarta Islamic Indek), di mana dari total saham-saham syariah tadi kita pilih 30 yang paling besar valuenya dan paling laris diperdagangkan,” kata Wira.
“Jadi masyarakat tidak perlu pusing lagi memilih mana yang syariah dan bagus. Cukup ambil dari JII itu adalah saham-saham syariah pilihan semua,” paparnya.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |