Dua Kendala Pemenuhan Rumah Subsidi : Pengembang Sulit Cari Lahan, MBR Tak Mampu Menjangkau Harga

20 Agustus 2022, 18:27 WIB

LOKAWARTA.COM,SOLO-Harga tanah menjadi hambatan utama dalam penambahan pasokan rumah untuk MBR. Sementara kemampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang selalu tertinggal dari kenaikan harga lahan dan bangunan menjadi hambatan selanjutnya.

Demikian riset yang dilakukan Katadata Insight Center yang dijabarkan dalam webinar Rumah untuk Semua : Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah, pekan lalu.

Oleh karena itu, keberpihakan pemerintah dan dukungan perbankan sangat penting dalam mendukung kepemilikan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan randah atau MBR.

“Sekitar 84% dari backlog atau kekurangan rumah di Indonesia didominasi oleh MBR,” jabar panel ahli Katadata Insight Center, Mulya Amri.

Menurutnya, peran pemerintah dan lembaga perbankan sangat penting untuk mengatasi backlog. Dibutuhkan lembaga perbankan yang punya komitmen menyalurkan kredit konstruksi dan KPR bersubsidi. Inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama untuk kurangi beban APBN.

“Penyertaan Modal Negara atau PMN dan kecukupan modal perbankan bisa mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Mulia Amri.

Data Kementerian PUPR menyebutkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Itu masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, dimana hanya 59,5% keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya rumah tidak layak huni.

Backlog diperkirakan akan terus meningkat, mengingat jumlah keluarga baru terus bertambah, sementara pasokan hunian layak tidak mampu mengimbangi. Kalaupun ada pasokan, harganya sulit terjangkau. Atau pilihan lain, lokasi rumah berada jauh dari tempat beraktivitas, seperti di area pinggiran kota.

Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah strategis agar backlog perumahan bisa berkurang secara signifikan dan keresahan kaum milenial yang susah memiliki rumah karena kenaikan harga properti bisa dicarikan solusi.

Ada beberapa rekomendasi bagi pemerintah untuk mengatasi persoalan itu. Pertama, pemerintah perlu mendukung ketersediaan lahan untuk pembangunan rumah MBR. Kedua, pengembangan hunian vertikal harus diwujudkan dengan melibatkan pengembang skala besar.

Ketiga, regulasi pemerintah harus sejalan dengan tujuan penambahan pasokan rumah MBR. Keempat, inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama mengurangi beban APBN. Kelima, pemerintah perlu mengkaji pentingnya keberadaan bank khusus perumahan rakyat.

“Keenam, Penyertaan Modal Negara atau PMN dan kecukupan modal perbankan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan rumah layak huni bagi MBR,” jelasnya.

Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR, Fitrah Nur mengatakan, Kementerian PUPR terus berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) dan mendorong MBR untuk memiliki rumah layak huni. Salah satunya dengan melakukan inovasi penyediaan rumah layak bagi MBR yang pendapatannya tidak tetap atau informal.

Jika sektor MBR informal dapat dipetakan lebih rinci, kata dia, pasti akan lebih mudah menjangkau mereka dalam pembiayaan KPR oleh perbankan. Ia mencontohkan, petani bisa masuk kategori MBR informal karena tidak memiliki slip gaji, namun sebenarnya kemampuan bayar mereka cukup tinggi.

“Mungkin solusi yang tepat adalah pemetaan sektor MBR informal untuk selanjutnya dijadikan Grand Design Perumahan MBR Informal,” kata Fitrah Nur.

Editor:Vladimir Langgeng
Sumber:

Artikel Terkait