LOKAWARTA.COM,SUKOHARJO-Sulitnya mengurus Persetujuan Bangunan Gedung atau PBG masih menjadi keluhan sejumlah developer / pengembang perumahan di Solo Raya.
Padahal, sebagian developer masih harus berpacu dengan argo perbankan yang setiap bulan terus berjalan, lantaran para pengembang punya pinjaman di bank. Akibatnya, mereka merugi, apalagi proses mengurus PBG itu hingga berbulan bulan, bahkan tahunan.
Keluhan itu mengemuka dalam bimbingan teknis perihal perizinan dan bincang bisnis bersama perbankan yang digelar paguyuban developer Solo Raya di Hotel Brother, Solo Baru, Sukoharjo, Rabu (21/9/2022).
Bintek perizinan menghadirkan lima pejabat dinas terkait dari Pemkab Sukoharjo. Yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan BPN Sukoharjo.
“Hingga kini, teman-temam developer masih kesulitan mengurus PBG yang sebelumnya bernama IMB, padahal kami masih harus berpacu dengan argo perbankan,” kata Ketua Paguyuban Developer Soloraya, Oma Nuryanto.
Sulitnya mengurus PBG di sejumlah daerah tidak lepas dari kesiapan pemda dalam memberi pelayanan. Mulai dari regulasi kesiapan infrastruktur kelembagaan hingga sumber daya manusia.
Hingga saat ini belum ada kabupaten di Solo Raya yang sudah mempunyai peraturan daerah (Perda) tentang Persetujuan Bangunan Gedung, termasuk di Sukaharjo. Padahal PBG itu instruksi dari pusat sebagai pengganti IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Namun untuk mensiasati agar pembangunan perumahan serta bangunan industri dan perkantoran tetap jalan, sejumlah Pemda menerbitkan peraturan bupati (perbub) atau peraturan wali kota (perwali) sebagai transisi sebelum diterbitkannya PBG.
Selain PBG, para pengembang kini juga harus berhadapan dengan kebijakan soal lahan sawah dilindungi (LSD) dari pemerintah pusat. Pengembang mengeluh lantaran LSD sering bertabrakan dengan Perda rencana tata ruang wilayah (RTRW).
“Misal, lahan kuning sesuai Perda RTRW dan bisa digunakan untuk membangun perumahan tiba-tiba dinyatakan LSD dan tidak bisa untuk membangun perumahan, ini kan tidak sinkron,” kata Oma.
Sementara itu di sisi lain, lambatnya izin perumahan, khususnya rumah subsidi, akan menghambat proses pembiayaan perumahan atau KPR (kredit pemilikan rumah).
Di BTN, kata Deputi Vice Manager BTN Solo, Emon Subiantoro, jika izinnya lambat, maka proses permohonan kredit oleh pengembang, akan diterbitkan Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit atau SP3K.
Namun SP3K juga ada masa berlaku selama tiga bulan. “Kalau sudah lewat tiga bulan dan PBG tidak terbit maka pengajuan kredit itu akan hangus dan harus mengulang proses lagi dari nol,” kata Emon.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |