LOKAWARTA.COM,KLATEN-Adalah Suwanto, penggagas terciptanya jam tangan kayu yang kemudian diberi nama brand KOWAL. Meski berbahan baku kayu limbah, jam tangan karya Suwanto, dilirik pasar internasional, produknya laris manis di pasar Amerika Serikat.
“Awalnya mencoba memanfaatkan limbah produk mebel yang saya buat, bahkan alat produksinya saya buat sendiri. Tapi ternyata banyak peminatnya, sampai ada kontrak dengan buyer dari Amerika Serikat,” ungkapnya, Rabu (1/6/2022).
Suwanto memulai usaha kerajinan dari limbah kayu sejak 2006 di sebuah rumah sederhana di perbukitan Gilangsari, Desa Pereng, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Pada 2011 produk kerajinan kayu Suwanto mulai dikenal pasar mancanegera.
Itu terjadi setelah dia mendapat pesanan jam tangan kayu dari Amerika Serikat. Pelanggan tersebut secara khusus memesan bracelet atau lebih dikenal dengan sebutan casing atau gelang jam tangan, berbahan kayu.
Selama kontrak tiga tahun yang dijalaninya, rata-rata Suwanto mengirimkan 2.500 jam tangan kayu ke Negeri Paman Sam. Dari pengiriman tersebut, omzet yang direngkuh Suwanto mencapai Rp 80 juta setiap bulannya.
Bahan baku yang digunakan berupa kayu mahoni, sonokeling, dan sawo. Bahan dari jenis kayu itu memiliki karakter dan warna yang khas saat dipoles. Bahkan tanpa pewarna pun, masing-masing bahan memiliki gurat warna yang otentik. Keunikan inilah yang menjadikan produk KOWAL berkualitas dan bernilai jual tinggi.
Manisnya penjualan produk ke luar negeri ternyata tidak membuat Suwanto silau. Dia memilih lepas dari pelanggannya di Amerika setelah tiga tahun menjalin kerja sama. Pilihan ini bisa dibilang anti-mainstream. Sebab, dengan hanya menggarap pasar lokal, omzet yang dia terima justru lebih kecil dibandingkan saat bekerja sama dengan pelanggan di Amerika Serikat.
“Pilihan ini saya ambil demi mewujudkan kemandirian usaha dan memberdayakan masyarakat,” tutur Suwanto.
Selain memproduksi jam tangan kayu, Suwanto juga mengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Cipta Karya. PKBM menyatu dengan rumah sekaligus bengkel kerjanya di Dukuh Gilangsari. Lewat workshop tersebut, ia menularkan kreativitas membuat jam tangan dari kayu.
Meski menggarap pasar lokal, namun produk yang dihasilkan Suwanto tetap mempertahankan kualitas. Apalagi jam tangan kayu, tidak bisa lepas dari detail dari desain. Berbeda dari mebel kayu yang memiliki ukuran besar, pembuatan jam tangan kayu butuh ketelitian dan keluwesan menggunakan alat produksi. Proses yang panjang inilah yang turut meningkatkan nilai jual produk KOWAL.
“Bicara jam tangan, tentu produk ini tidak bisa disandingkan dengan jam tangan bermerek. Tapi yang dijual adalah nilai seninya, kreativitasnya,” ungkapnya sembari menunjukkan produk jam tangan yang dipajang di showroom khusus tepat di samping workshop KOWAL.
Di pasar lokal, harga jam tangan KOWAL dibandrol dengan harga Rp 300 ribu hingga Rp 900 ribu, tergantung bahan baku dan tingkat kerumitan pengerjaan.
Bersaing dengan Kreativitas
Meski membidik pasar lokal, namun hal ini bukan perkara yang mudah. Seiring berjalannya waktu, jumlah pengrajin jam tangan kayu pun bertambah. Artinya persaingan produk jam tangan kayu di pasar lokal pun kita ketat.
Banyak produsen menawarkan harga yang lebih murah. Meski begitu, Suwanto tak patah arang. Ia justru terpacu untuk menghasilkan inovasi produk yang semakin bernilai jual.
“Semakin banyak pesaing, berarti kita harus semakin kreatif. Apalagi produk craft, yang dicari adalah kreativitas produk yang dihasilkan. Semakin unik, semakin bernilaijual,” katanya.
Suwanto pun terus membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan seputar digital marketing. Sebagai pengrajin sekaligus pengusaha yang menjadi bagian dari ekonomi kreatif, menurut dia, persaingan di pasar terbuka pun tak terelakkan. Sehingga setiap pelaku usaha harus siap dengan perkembangan pasar dan konsumen yang dinamis.
Selain bisa dibeli secara langsung, kini produk jam tanhan KOWAL dapat dipesan melalui digital market place atau melalui laman media sosial Instagram @kowalwoodart.id. “Saya berharap pengrajin lainnya terus membuka diri agar tetap eksis menjadi bagian dari ekonomi kreatif,” ujarnya.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : | Klatenkab.go.id |