LOKAWARTA.COM,SOLO-Dalam situasi pandemi covid-19, angka kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) perbankan di Solo Raya masih tinggi.
Pada akhir Oktober 2021 tercatat 11,23 persen. Angka NPL itu jauh melebihi ketentuan Bank Indomesia (BI), yakni 5 persen.
Dari jumlah itu, sektor industri pengolahan memberi andil paling besar, dimana angka NPL-nya 29,25 persen, senilai Rp 26,599 triliun.
Disusul sektor perdagangan besar dan eceran senilai Rp 25,917 triliun kemudian sektor rumah tangga senilai Rp 11,99 triliun.
“Industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta rumah tangga menjadi penyebab NPL perbankan di Solo Raya masih di atas 10 persen,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Eko Yunianto di sela acara capacity building media, Kamis (9/12/2021) di Swiss Belhotel Solo.
Kendati angka kredit bermasalah sangat tinggi hingga 29,25 persen, namun sektor industri pengolahan juga mendominasi kredit perbankan.
Di Solo Raya, pembiayaan yang disalurkan untuk sektor industri pengolahan mencapai 28,49 persen dari total kredit yang disalurkan.
Secara keseluruhan, lanjut Eko, kredit perbankan Solo Raya yang disalurkan hingga akhir Oktober 2021 mencapai Rp 93,355 triliun.
Jumlah itu meningkat 3,51 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya (yoy). Begitu juga jika dibandingkan posisi Desember 2020, juga mengalami pertumbuhan 3,53 persen. Dan dibandingkan September 2021, mengalami peningkatan tipis sebesar 0,61 persen.
Untuk dana pihak ketiga atau DPK, tercatat mengalami pertumbuhan 0,75 persen dibanding bulan sebelumnya, yakni mencapai Rp 89,21 triliun.
“Dalam situasi sulit, aset perbankan di Soloraya mesih bisa tumbuh, yakni 3,55 persen atau senilai Rp 105 triliun sampai Oktober 2021,” pungkasnya.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |