LOKAWARTA.COM,SOLO-Founder and CEO Azana Hotels and Resorts Dicky Sumarsono mengingatkan pada para pemilik dan pengelola hotel agar jangan berlama lama melakukan pengiritan agar bisa survive.
Dalam sifuasi pandemi seperti sekarang, hotel harus segera adaptasi, bangkit berinovasi, menjemput pasar. Menurut Dicky, banyak yang bisa dilakukan agar bisa bertumbuh dalam situasi pandemi seperti sekarang ini.
Kalau masih saja survive dan sibuk melakukan pengiritan dengan mematikan lampu dan AC, mengurangi fasilitas, maka pasar akan diakuisisi oleh hotel yang telah adaptasi, bangkit, dan telah melakukan inovasi.
“Jangan terlalu lama survive, sebab survive itu hanya menunda kematian saja,” kata Dicky Sumarsono dalam peluncuran buku berjudul “Adaptive or Die” di The Soga Eatery Solo, Kamis (21/7/2022).
Dalam peluncuran itu, Dicky dinilai provokatif dan radikal. Penilaian disampaikan pengacara senior Dr M Taufik SH dan ketua PWI Surakarta Anas Syahirul.
“Saya kenal Pak Dicky cukup lama. Beliau itu orangnya radikal, artinya ramah terdidik dan berakal. Meski sudah terbilang sukses, namun dia masih terus belajar,” kata Taufik.
“Buktinnya dia masih mau sekolah hingga doktor, masih mau menulis buku, bahkan sampai empat kali. Sangat jarang orangsukses di dunia bisnis mau belajar, biasanya dia sibuk dengan bisnisnya.”
Ketua PWI Surakarta Anas Syahirul menyampaikan, melalui bukunya “Adaptive or Die”, Dicky telah memprovokasi para pelaku bisnis perhotelan untuk bangkit, terutama dalam situasi pasca pandemi seperti sekarang ini.
“Saya kira mati (die) itu bukan pilihan. Jadi bagi pelaku bisnis hotel, pilihannya hanya satu, yakni adaptive (adaptasi) dengan situasi seperti ini untuk bangkit,” kata Anas yang kenal Dicky Sumarsono lebih dari 20 tahun.
Buku berjudul “Adaptive or Die” itu ditulis berdasarkan pengalaman empiris Dicky Sumarsono dalam mengelola lebih dari 25 hotel selama pandemi covid 19 hingga pasca pandemi. Buku itu menawarkan solusi bisnis hotel pasca pandemi.
Berbeda dari ketiga buku yang dia tulis sebelumnya yang tebal tebal, 300 hingga 380 halaman, buku keempat berjudul “Adaptive or Die” itu sengaja dicetak lebih kecil, hanya 180 halaman yang berisi 10 bab.
Tujuannya, agar menarik dibaca dan mudah dibawa ke mana-mana. Sebab, kecenderungan orang belakangan ini, orang malas membaca buku, apalagi orang sibuk. Bahkan, melihat saja sudah nggak mau, apalagi bukunya tebal.
“Buku yang ditulis Pak Dicky enak dibaca dan mudah diaplikasikan. Saya sarankan teman teman perhotelan untuk membaca dan mengaplikasikan ,” kata wakil ketua PHRI Jawa Tengah Bambang Mintosih.(***)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |