LOKAWARTA.COM,SOLO-Laporan kasus tindak pelecahan seksual oleh seorang mahasiswa perempuan yang diduga dilakukan oleh dosen pada saat mahasiswa tersebut melakukan bimbingan tugas akhir di lingkungan sebuah universitas beberapa waktu lalu menjadi momentum munculnya laporan-laporan serupa.
Citra positif perguruan tinggi sebagai jenjang sekolah yang memiliki derajat paling tinggi dalam dunia akademisi menjadikan perguruan tinggi luput dari sorotan dan stigma negatif, termasuk adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi.
Menurut dosen Hubungan Internasional Universitas Slamet Riyadi Surakarta Sritami Santi Hatmini MA, adanya tindak kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi seolah menjadi sisi gelap yang hadir akan tetapi tidak pernah terekspose ke dunia luar.
“Mahasiswa perempuan seolah gamang dan terbungkam atas keadaan rentan mereka di tengah tradisi patriarkhi yang tetap ada di lingkungan Perguruan Tinggi,” kata Santi.
Hal itu dikatakan di sela Talshow dengan tema “Edukasi Penguatan Peran Mahasiswa Pada Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan Seksual di Lingkungan Unisri Surakarta” yang digelar di kampus setempat, Sabtu (25/6/2022).
Talkshow dalam rangkaian agenda pengabdian tahun 2022 dan salah satu implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi itu sebagai tindakan preventif untuk penguatan peran, sarana edukasi, termasuk sosialisasi mengenai pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus Unisri Surakarta.
Talkshow juga sebagai bentuk implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Talkshow secara daring melalui platform Ms. Teams yang diikuti 75 mahasiawa dan dipandu Satria Rizaldy MA itu menghadirkan ketua Yayasan Kakak Direktur Yayasan SpekHam Surakarta, Rahayu Purwaningsih.
Lebih lanjut Santi mengatakan, hadirnya respon positif dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi itu menjadi tindak lanjut pemerintah pada darurat kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi.
Akan tetapi kehadiran peraturan itu tidak serta merta mampu memberangus tindak kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi dengan seketika. Mahasiswa perempuan di lingkungan Perguruan Tinggi yang menjadi objek kekerasan seksual masih merasa gamang tentang apa dan bagaimana harus bersikap apabila mereka dihadapkan pada tindak kekerasan seksual yang terjadi dan atau mereka alami.
“Rasa malu dan kurangnya edukasi termasuk sosialisasi mengenai pencegahan dan penanganan tindak kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi menjadi problematika utama yang harus diselesaikan.”
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |