LOKAWARTA.COM,JAKARTA-Ada ucapan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menjadi viral di media sosial terkait daya beli anak muda terhadap perumahan. Kalimat itu disampaikan dalam Webinar Road to G20 – Securitization Summit 2022 Day 1 di Jakarta, Rabu (6/6/2022).
“Purchasing power mereka (anak muda) dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua, atau dia nyewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau ga punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi,” ucap Sri.
Orang sekelas Sri Mulyani, bukan tanpa alasan kalau berucap seperti itu. Dia melihat, kebutuhan rumah atau tempat tinggal di Indonesia masih menjadi tantangan. Sehingga butuh jawaban luar biasa dari semua stakeholder.
Menurut dia, persoalan papan di Indonesia muncul dari supply dan demand side. Supply adalah yang memproduksi dan membangun rumah, demand itu adalah yang membutuhkan rumah.
Karena itu, kata dia, pasar hanya bisa tercipta kalau dua sisi ini bertemu. Tapi kalau ada constraint, mereka tidak ketemu, atau bertemu di level equilibrium yang tidak mencerminkan kebutuhan papan.
Kemudian, ungkap dia, backlog perumahan tercatat sebesar 12,75 juta. Artinya, yang antre membutuhkan rumah demografinya masih relatif muda. Generasi muda ini akan berumah tangga, membutuhkan rumah, tapi tidak bisa afford mendapatkan rumah.
Terlebih saat ini, kata dia, dari sisi supply juga ada masalah. Harga tanah selalu ever-increasing, terutama di perkotaan dan bahan-bahan baku perumahannya.
Padahal kontribusi dan share sektor perumahan terhadap APBN, kata Sri, cukup signifikan, apalagi ditambah aspek penciptaan kesempatan kerja. Sektor perumahan punya multiplier effect yang besar dan juga share-nya terhadap PDB di atas 13%. Namun, ini belum klop. Ada gap antara demand dengan purchasing power, itu namanya harap-harap cemas.
“If you can exercise your demand, it means you have purchasing power. Saya bermimpi punya rumah dan saya berencana punya rumah, keduanya berbeda, mimpi ya mimpi, kalau berencana ya berarti sudah ada daya belinya untuk mengeksekusi rencananya,” terang Sri.
Maka dari itu, menjembatani gap tersebut menjadi langkah penting bagi pemerintah. Dari sisi Kemenkeu, telah diberikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menggunakan instrumen keuangan negara.
Pertama, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah, atau pembebasan PPN dan pengenaan PPN 1% final untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Itu adalah instrumen yang kita gunakan dalam situasi pandemi untuk melindungi dan memberikan stimulus bagi sektor perumahan agar tidak terpukul sangat dalam oleh dampak pandemi.
Dikatakan, semua sektor, mengalami dampak akibat pandemi Covid-19 yang luar biasa, tidak terkecuali sektor perumahan yang credit growthnya menurun sangat tajam hingga hanya sepertiga dari pertumbuhan 2019 di 2020.
Maka untuk bisa menjadi shock absorber dan counter cyclical, APBN keuangan negara melakukan berbagai upaya, termasuk memberikan kemudahan dan keringanan dalam bentuk keringanan PPN tersebut.
Pemerintah juga membuat skema kredit rumah rakyat yang bersubsidi, menggunakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, yang sering disebut dalam APBN itu FLPP. Juga ada subsidi selisih bunga (SSB) dan membuat bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan.
Anak Milenial
Namun tidak semua yang dikatakan Sri Mulyani benar, tertama soal purchasing power atau daya beli anak muda yang dinilai rendah dibanding harga rumahnya lebih tinggi.
Selang sehari setelah Menteri Keuangan angkat bicara, BP Tapera mengeluarkan rilis. Isinya, lebih dari 90% pembeli rumah sederhana yang mendapat subsidi dari dana FLPP adalah kalangan milenial.
Dari 99.557 unit rumah sederhana dengan subsidi FLPP senilai Rp 11,06 triliun, yang terjual hingga 30 Juni, 33.249 unit pembelinya berusia 26-30 tahun. Diikuti usia 19-25 tahun sebanyak 30.536 unit, lalu usia 31-35 tahun sebanyak 17.273 unit, usia 36-40 tahun sebanyak 10.413 unit dan sisanya di atas 40 tahun sebanyak 8.086 unit.
“Pembeli rumah subsidi dari dana FLPP didominasi pekerja swasta sebanyak 93.010 orang, PNS 4.011 orang dan TNI/Polri sebanyak 2.536 orang,” kata Komisioner BP Tapera, Adi Setianto dalam siaran pers.
Penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), kata Adi, hingga 4 Juli 2022, mencapai 101.492 unit senilai Rp 11,27 triliun atau 44,91% dari target yang ditetapkan Kementerian Keuangan kepada BP Tapera.
Jika dilihat dari penyaluran dana FLPP untuk Q-2 TA 2022 melebihi target yang ditetapkan Kementerian Keuangan kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Tercatat realisasi FLPP hingga 30 Juni 2022 sebanyak 99.557 unit senilai Rp 11,06 triliun atau 44,05% dari target tahun 2022.
“Semester I tahun 2022 kami ditargetkan untuk menyalurkan dana FLPP sebanyak 41% dari 226 ribu unit. Alhamdulillah telah tersalurkan 44,05% dari target yang ditetapkan,” kata Adi.
Nah, dengan tingginya daya beli itu, makanya sangat beralasan kalau para pengembang membidik anak muda atau kalangan milenial dalam promosi dan menjual perumahan yang dibangun.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |