SOLO,LOKAWARTA.COM-Sebagai penutup dalam panggung Katabunyi 2024 di Teater Besar Gendon Humardhani, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Sabtu (7/12/2024) malam dihadirkan musikalitas yang mengejutkan sekaligus menantang.
Memanfaatkan tradisi budaya Jawa yang kaya akan sejarah perjuangan melawan penindasan kolonial, mereka menciptakan musik yang terinspirasi dari suara ritual pedukunan seperti tari kesurupan Jaranan atau Jathilan.
Dengan eksplorasi ini, Raja Kirik menghidupkan kembali semangat rakyat biasa yang penuh kecerdikan dan kelincahan dalam menghadapi para penguasa, memberikan pengalaman artistik yang menggugah emosi dan imajinasi.
Ya, panggung Katabunyi 2024 bukan sekadar ruang pertunjukan, tetapi juga menjadi wadah bagi para kreator seni untuk saling berbagi dan memperkaya wawasan melalui apresiasi dan literasi musik.
Panggung Katabunyi 2024 digelar dalam semangat mempertemukan berbagai elemen seni musik dan literasi. Kegiatan diawali sambutan Ketua Tim Kerja Apresiasi dan Literasi Musik, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Edi Irawan. Dia menekankan pentingnya keberlanjutan ekosistem seni melalui kolaborasi lintas bidang.
Direktur Kandhang Art Hybrid Space, Joko S Gombloh, juga turut menyampaikan sambutan. Dia mengapresiasi antusiasme para peserta dan seniman dalam kegiatan ini.
Sebelum memasuki rangkaian utama, penonton disuguhkan penampilan dari Gapero Creative, kelompok seniman muda dengan misi “With Art From Village to World.” Kehadiran mereka menambah semarak panggung awal dengan energi seni yang segar dan penuh inspirasi.
Selanjutnya, sesi utama dimulai dengan penampilan kelompok kelompok komposer yang diulas secara mendalam oleh peserta penulis, sesuai pembagian dari panitia.
- Fusi tampil sebagai penampil pertama, diulas oleh Rachel Sukma dan Frenki Nur Fariya.
- Penampilan kedua menghadirkan Marvpa, dengan ulasan dari Mukhlis Anton Nugroho dan Galih Prakasiwi.
- Penutup dari segmen ini adalah grup Manis Renggo, yang mendapatkan ulasan dari Peri Sandi.
“Acara ini diharapkan menjadi katalis bagi perkembangan seni kontemporer yang berakar pada budaya lokal,” kata Joko S Gombloh.(*)
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |