Pengembang Perumahan Subsidi Di Solo Raya Menjerit Tak Bisa Akad Kredit Gara-gara Kehabisan Kuota FLPP

31 Juli 2024, 19:09 WIB

SOLO,LOKAWARTA.COM-Para pengembang rumah subsidi di Solo Rraya yang tergabung dalam Apersi meminta pemerintah untuk menambah kuota rumah subsidi.

Pasalnya, saat ini mereka sudah tidak bisa akad kredit pemilikan rumah (KPR) di bank lantaran kuota rumah subsidi dengan bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari Pemerintah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sudah habis.

Ketua Apersi Solo Raya Samari mengatakan, kuota nasional rumah subsidi (FLPP) tahun 2024 hanya 166.000 unit, lebih rendah dari realisasi tahun 2023 yang berada di level 230.000 unit (yang terdiri dari FLPP maupun SSB).

Dengan jumlah segitu, kuota rumah subsidi (FLPP) 2024 diperkirakan bakal habis di akhir Agustus tahun ini. Kondisi ini tentu jadi kekhawatiran dan keresahan para pengembang yang tergabung dalam Apersi.

“Kenyataannya, belum sampai Bulan Agustus, pengembang sudah tidak bisa melayani akhad kredit di bank dengan alasan kuota rumah subsidi FLPP sudah habis,” kata Samari.

“Kalau permasalahan kuota ini tidak diatasi maka akan banyak pegembang bermasalah, terutama soal cash flow. Karena tidak ada pemasukan dari Bulan Agustus, September sampai Desember 2024, bahkan sampai dengan Januari tahun depan.”

“Untuk itu kami pengembang dari Apersi Solo Raya meminta pihak Kementrian dan Lembaga terkait agar ada penambahan kuota untuk tahun 2024,” kata Samm, begitu dia akrab disapa.

Hal itu dia katakan, usai bincang bincang denga para pengembang perumahan anggota Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Solo Raya Samari, Rabu (31/7/2024).

IMG 20240731 183726

Dikatakan, sebagian besar pengembang yang tergabung dalam Apersi menggunakan pembiayaan perbankkan dalam menjalankan bisnis. Sehingga berkurangnya kuota rumah subsidi akan mengakibatkan makin banyak pengembang gagal bayar dan pada akhirnya gulung tikar.

Mengutip kajian IPB tahun 2021, tentang dampak sosial ekonomi dari program FLPP, Samari mengatakan, pembangunan perumahan memiliki multiplier effect pada sektor-sektor lainnya kurang lebih 185 sektor.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembangunan perumahan merupakan sektor padat karya yang memiliki peran sebagai pendorong dan juga sebagai penggerak bagi perkembangan ekonomi masyarakat sekitar.

Sebagai contoh, jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada sektor perumahan mencapai 30,34 juta orang. Dari jumlah tersebut, total pekerja yang langsung terkait dengan sektor perumahan sebesar 19,17 juta orang dan pekerja yang tidak langsung terkait dengan industri pada sektor perumahan sebesar 11,17 juta orang.

“Begitu pula kajian BTN tahun 2020, bahwa pembangunan perumahan di satu kawasan akan berdampak pada tumbuhnya ekonomi di wilayah itu dan akan membentuk struktur sosial yang lebih baik bagi pertumbuhan anak dan keluarga,” katanya.

Dikatakan, sedikitnya ada lima sektor ekonomi terbesar yang mengalami dampak ekonomi dari sektor perumahan, sehingga setiap tambahan anggaran Rp 1 pada sektor perumahan akan menciptakan output terhadap ekonomi sebesar Rp 2,15.

“Jadi pembangunan perumahan merupakan sektor padat karya, demikian juga program pembiayaan FLPP ini mempunyai multiplier effect yang cukup signifikan,” kata Samm.

“Dan apabila tahun ini tidak ada penambahan kuota, saya yakin akan berdampak penurunan pada sektor lain yang merupakan sektor ikutan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.” (*)

Editor : Vladimir Langgeng
Sumber :

Artikel Terkait