LOKAWARTA.COM,SOLO-Penolakan terhadap kebijakan lahan sawah dilindungi (LSD) yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1589 Tahun 2021 terus mengalir.
Baik dari asosiasi, akademisi, maupun pribadi. Pada intinya, mereka meminta pemerintah atau instansi terkait untuk mengkaji ulang atau membatalkan SK tentang “Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi” di sejumlah kabupaten/kota.
“Peta LSD itu menabrak otonomi daerah, jadi selayaknya dikaji ulang atau bahkan dibatalkan sekalian,” kata ketua Ketua Apernas Solo Raya, Budiyono, ketika ditemui usai pembentukan paguyuban developer Solo Raya, Rabu (15/6/2022).
Budiyono yang juga seorang Doktor itu punya alasan. Menurut dia, kebijakan Peta LSD yang hanya berupa SK Menteri ATR / Kepala BPN lebih banyak bertentangan dengan Perda RTRW yang merupakan produk pemerintah daerah dan representasi dari otonomi daerah.
Sebenarnya, kata Budi, sebelum penetapan peta LSD di satu wilayah itu ada sinkronisasi dengan pemerintah daerah. Namun yang terjadi di lapangan, pemerintah pusat melalui BPN terlebih dulu menetapkan peta LSD, baru kemudian sinkronisasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait.
Akibatnya, banyak lahan kuning (berdasarkan Perda RTRW) yang sudah dibeli pengembang untuk perumahan kemudian dibatalkan oleh LSD karena dijadikan lahan hijau atau lahan sawah dilindungi. “Kalau sudah begini repot, jelas menghambat investasi,” kata Budi.
Sebagai ketua asosiasi maupun akademisi, Budiyono mengaku mendukung program pemerintahan Jokowi dalam pengendalian fungsi lahan pertanian sebagai dukungan terhadap ketahanan pangan. Namun sebaiknya, kebijakan peta LSD itu dikomunikasikan pada pengembang.
“Agar dua-duanya jalan. Pengendalian lahan pertanian jalan, pembangunan perumahan juga lancar. Sehingga sangat membantu pertumbuhan ekonomi di daerah maupun nasional,” katanya.
Editor | : | Vladimir Langgeng |
---|---|---|
Sumber | : |